Fonda Daniswara (0910830029)
TEKNOLOGI INDUSTRI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
1.PENDAHULUAN
-
- Latar belakang
Salah satu masalah yang timbul pada sektor periknan adalah dalam mempertahankan mutu. Mutu ikan dapat terus dipertahankan jika ikan tersebut ditangani dengan hati-hati,bersih,disimpan,dalam ruangan ikan lebih cepat memasuki fase rigor mortis dan berlangsung lebih singkat. Jika fase rigot tidak dapat dipertahankan lebih lama maka pembusukan oleh aktivitas enzim dan bakteri tersebut menyebabkan perubahan yang sangat pesat sehingga ikan memasuki fase post rigor. Fase ini menunjukkan bahwa mutu ikan sudah rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi (Munandar,2009).
Ikan harus memiliki tingkat mutu yang tinggi untuk memenuhi permintaan pasar yang kian meningkat tetapi ikan merupakan makanan yang bersifat mudah rusak. Kualitas produk hasil ikan identik dengan kesegaran (Nurmala,2009).
Penanganan harus memiliki atau peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu faktor yang menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan yang lain adalah tingkat kesegarannya (Junianto,2003).
-
- Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum teknologi dan fisiologi pasca panen dengan materi pH pada ikan yaitu agar praktikan dapat melakukan pengukuran pH ikan dengan perlakuan kematian yang berbea-beda sehingga diketahui pengaruh perlakuan terhadap pH ikan tersebut dan terhadap dan terhadap parameter lainnya.
Tujuan diadakannya praktikum Teknologi Fisiologi dan Pasca Panen dengan materi pH adalah dapat melakukan analisa pH dengan metode potensiometer.
-
- Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Fisologi dan Pasca Panen dengan materi PH pada ikan dilaksanakan pada hari kamis tanggal 20 mei 2010 pukul 17.00 – 18.00 bertempat di lab sentral ilmu hayati Universitas Brawijaya Malang.
2. TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Diskripsi sampel
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh panjang dan pipih kesamping dan warna putih. Ikan nila berasal dari sungai nil dan sungai-sungai di sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar di wolayah – wilayah di 5 benua yang beriklim tropis dan sub tropis sedangkan di wilayah yang beriklim dingin ikan nila tidak dapat hidup dengan baik. Bibit ikan di datangkan secara resmi olehbalai penelitian perikanan air tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi barulah ikan ini disebar luaskan kepada petani seluruh indonesia.
KLASIFIKASI
Kelas : osteicthies
Sub kelas : aconthopterigi
Ordo : percomophi
Sub ordo : percoidea
Family : ciohildae Gambar 1.1 Ikan Nila
Genus : oreochromis
Species : orecrhomis niloticus ( Bapenas, 2010)
Adawyah (2008) menyebutkan berdasarkan hasil penelitian ternyata daging ikan memiliki komposisi kimia yaitu:
Komposisi kimia | presentase |
Protein
Lemak Karbohidrat Vitamin Mineral Air |
18,0 – 30,0 %
0,1 – 2,2 % 0,0 – 1,0 % 0,01 % 0,01% 60,0 – 84,0 % |
1.1 Tabel Komposisi Kimia ikan
Secara umum betuk tubuh ikan panjan g dan ramping, dengan sisik berkuran besar, matanya besar menonjol dan bagian tepinya berwarna putih, gurat sisi terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut tapi letaknya lebih kebawah daripada letak garis sirip perut dan sirip dubur mempunyai jari jari lemah tapi keras dan tajam seperti duri sirip punggung berwarna hitam dansirip dada juga hitam.
( Amri dan Khoiruman, 2008)
2.2 Pasca Panen Ikan
Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan tahun 2003. Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari air tempatnya hidup,dengan perlakuan suhu rata-rata rendah dan memperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan. Perlakuan yang dikarenakan harus dapat mencegah timbulnya kerusakan fisik.
Penanganan pasca panen ikan nila dapat dilakukan dengan cara penanganan ikan hidup maupun segar.
- Penanganan ikan hidup
Ada beberapa ikan konsumsi ini akan lebih mahal harganya bila dijual dalam keadaan hidup. Hal yang perlu diperhatikan agar ikan tersebut sampai kek konsumen dalam keadaan hidup :
- Dalam pengangkutan hendaknya gunakan air yang bersuhu rendah sekitar 20 derajat celcius.
- Waktu pengangkutan sebaiknya pada pagi atau sore hari.
- Jumlah kepadatan ikan dalam alat pengangkutan tidak terlalu pendek.
- Penanganan ikan segar
Ikan segar merupakan produk cepat turun kwalitasnya. Hal yang perlu diperhatikan kesegarannya antara lain :
- Penangkapan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terluka.
- Sebelum dikemas ikan harus dicuci agar bersih dari lendir.
- Wadah pengangkut harus bersih dan tertutup. Untuk pengangkutan jarak dekat dapat digunakan daun pisang/plastik, untuk pengangkutan jarak jauh digunakan kotak dan seng atau fiberglass. (Bappenas,2000)
Pemasaran ikan hidup telah lama dikenal di beberapa daerah di Indonesia,terutama di pulau Jawa. Teknologi yang banyak diterapkan adalah transportasi ikan hidup sistem basah,pengangkutan ikan dengan menggunakan air sebagai media. Dalam hal ini air ditempatkan pada wadah pengangkut dengan sistem tertutup atau sistem terbuka. Pada pengangkutan jauh sebaiknya dilengkapi dengan untuk memungkinkan terjadinya suplai oksigen (Irianto,2007)
2.3 fase kemunduran ikan
Menurut Murrachman (2008) ikan mulai membusuk segera setelah mati. Secara umum,kerusakan atau pembusukan ikan dan hasil-hasil olahannya dapat digolongkan sebagai berikut :
- Kerusakan-kerusakan biologis yang disebabkan oleh bakteri, jamur ragi dan serangga.
- Kerusakan-kerusakan enzimatis yang disebabkan oleh enzim.
- Kerusakan-kerusakan fisika yang disebabkan oleh kecerobohan dalam penanganan, misalnya luka-luka memar,patah,kering dsb.
- Kerusakan-kerusakan kimiawi ,yang disebabkan oleh adanya reaksi-reaksi kimia,misalnya ketengikan(rancidity) yang diakibatkan oleh oksidasi lemak dan denaturasi.
Diantara sekian banyak kerusakan itu, kerusakan yang paling menonjol adalah kerusakan yang disebabkan oleh enzim dan bakteri, yaitu kerusakan yang mengakibatkan pembusukan :
Secara kronologis,proses pembusukan itu berjalan melalui 4 tahap sebagai berikut :
- Hyperaemia.
Lendir ikan terlepas dari kelenjar-kelenjarnya dalam kulit,membentuk lapisan bening yang tebal disekeliling tubuh ikan yang sedang sekarat terhadap keadaaan yang tidak menyenangkan.
- Rigor mortis.
Fase ini ditandai dengan tubuh ikan yang kejang setelah ikan mati. Ikan dikatakan masih sangat segar dalam fase ini. Tahap ini ditandai oleh tubuh ikan yang kompleks di dalam tubuh ,yang menghasilkan konraksi dan ketegangan.
- Autolysis
Iakn menjadi lemas kembali setelah mengalami rigor. Autolysis sendiri adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim (Protease dan Lipase) yang terdapat dalam daging ikan. Autolysis dimulai bersamaan dengan menurunnya pH. Mula-mula protein dipecah menjadi molekul-molekul makro,yang menyebabkan dehidrasi protein dan molekul-molekulnya pecah menjadi protease lalu pecah lagi menjadi pepton,polipeptida dan akhirnya menjadi asam amino.
- Bakterial decomposition
Pada tahap ini bakteri telah terdapat dalam jumlah yang sangat banyak. Aksi bakteri ini dimulai pada saat yang hamper bersamaan dengan autolysis dan kemudian sejajar. Bakteri merusak ikan lebih parah dari pada kerusakan enzim. Daging ikan yang bau saja mati boleh dikatakan steril,tetapi sejumlah besar bakteri bersarang di permukaan insang dan di dalam perutnya. Bakteri itu secara bertahap merusak daging ikan,sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah rigor mortis berlalu,yaitu setelah daging mengendur dan celah-celah serat-seratnya terisis cairan (Murniyawati dan Suherman,2000)
Menurut FAO (1995) salah satu masalah yang sering timbul pada sector perikanan adalah dalam mempertahankan mutu. Mutu ikan dapat terus diperhatikan jika ikan tersebut dytangani dengan hati-hati(carefull) bersih (clean), disimpan dalam ruangan dengan suhu yang dingin(cold),dan cepat (quick). Pada suhu ruang,jika lebih cepat memasuki fase rigor mortis dan berlangsung lebih singkat. Jika fase rigor tidak dapat dipertahankan lebih lama maka pembusukan oleh aktivitas enzim dan bakteri akan berlangsung lebih cepat. Aktivitas enzim dan bakteri tersebut menyebabkan perubahan yang sangat pesat sehingga ikan memasuki fase post rigor. Fase ini menunjukkan bahwa mutu ikan sudah rendah dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Diagram berikut adalah untuk memudahkan gambaran/pengertian tentang kemunduran mutu (kesegaran) ikan,yaitu : ikan hidup-ikan segar dan kurang segar,sering digunakan dalam aspek perdagangan. Secara skematis perubahan mutu ikan ikan segar sampai menjadi busuk (tidak dimakan) :
2.4 Hubungan pH dan Mutu Ikan
Nilai pH merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan tingkat kesegaran ikan. Pada proses pembusukan ikan,perubahan pH daging sangat besar peranannya karena berpengaruh terhadap proses autolysis dan penyerangan bakteri. Penggunaan suhu rendah mempengaruhi fluktuasi nilai pH pada ikan nila. Penyimpanan ikan nila pada suhu rendah menyebabkan aktivitas enzim yang terdapat pada daging menjadi terhambat sehingga kemunduran mutunya berjalan lebih lambat. Semakin rendah suhu yang digunakan maka aktifitas enzim semakin terhambat. Pada proses glikolisis,enzim sangat berperan sampai terbentuknya asam laktat. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat berjalan lebih lambat sehingga penurunan pH ikan juga berlangsung lebih lambat. Selain itu,proses penguraian protein menjadi senyawa . senyawa yang bersifat basa oleh bakteri juga terhambat sehingga peningkatan pH ikan berlangsung lebih lambat (Munandar,2009)
Produk olahan daging yang mengalami fermentasi mempunyai masa simpan yang relative panjang karena mempunyai kandungan air dan pH relatif rendah USDA (1977) menelapkan bahwa sosis yang mempunyai pH 5,0 atau kutang tidak memerlukan penyimpanan pada suhu rendah. Selain itu produk-produk olahan daging dinyatakan relative awet jika mempunyai pH 5,2 atau kurang dari aktifitas air 0,95 atau kurang, atau mempunyai pH di bawah 5,0 atau aktifitas air di bawah 0,91. Masa simpan produk-produk tersebut biasanya terbatas karena terjadinya kerusakan kimia atau fisik dan bukan karena kerusakan mikrobiologi (winarno,2007)
pH adalah salh satu parameter untuk menentukan kaemunduran mutu ikandengan cara mengukur banyaknya ion H+. cara ini digunakan untuk pH didalam ikan segar dan hasil olahannya. Konsentrasi ion H+ dalam contoh interpretasi pH<7,6 menunjukkan mutu segar, pH 7,6-7,9 menunjukkan dapat dimakan tapi bukan mutu nomer satu,dan pH>7,9 menunjukkan nilai busuk (sasmito,2006)
3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi Fisiologi Pasca Panen materi tentang anallisa pH antara lain :
- Nampan : untuk tempat ikan nila,peralatan dan bahan lainnya.
- Spatula : untuk menimbang sampel ikan Nila dengan ketelitian 0,0001 gram
- pH meter : digunakan untuk mengukur besarnya pH.
- Pisau : untuk menyayat ikan Nila dan untuk mengambil sampel daging ikan Nila.
- Mortar : untuk menghaluskan sampel dan tempat aquades saat standarisasi
- Washing bottle : sebagai tempat wadah aquades.
- Beaker glass 10 ml : sebagai wadah sampel dan tempat aquades saat standarisasi .
- Batu bata : untuk memukul ikan.
- Gelas ukur : mengukur volume gelas.
3.2 Bahan, fungsi dan cara Buat
Bahan yang digunakan dalam praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen materi tentang analisa pH antara lain :
- Sampel ikan Nila : sebagai sampel yang akan diuji.
- Aquades : untuk mengencerkan dan melarutkan daging ikan dan untuk memberihkan electrode pH meter.
- Kertas : sebagai alas ikan Nila saat penimbangan.
- Tissue : mengelap electrode pada pH meter.
- Kertas label : menandai perlakuan pada sampel ikan Nila.
- Plastik : sebagai sampel alas penimbangan.
- Air : untuk mencuci peralatan yang telah digunakan
- 3.3 Skema Kerja
3.3.1 Perlakuan Sampel
Ikan dimatikan
Ikan dibiarkan di atas nampan kel 1 &5
kel
Ikan dipuku dengan benda keras kel 2&6
Ikan dirusuk medulla oblongata kel 3&7
Ikan di patahkan tulang belakang kel 4&8
Sampel ikan prerigor,rigor,post rigor
Dihaluskan dengan mortar & alu
Ditimbang sebanyak 5 gram
Dimasukkan beaker glass 100 ml
Ditambahkan aquades 5 ml,lalu dihomogenkan
Diukur pH sampel dengan menggunakan pH meter
Gambar 1.2. Skema Kerja pH
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Fase Kemunduran Mutu Ikan dan pH
Data Pengamatan
-
Fase Kel.1 Kel.2 Kel.3 Kel.4 Kel.5 Kel.6 Kel.7 Kel.8 Pre rigor 20.20 19.00 19.20 19.00 20.35 19.00 19.14 19.27 Rigor mortis 23.12 20.15 21.04 23.01 22.15 23.30 22.13 22.13 Post rigor 11.35 12.15 12.15 11.15 16.20 13.20 12.10 09.25
Tabel 1.2 Data pengamatan
Fase pre rigor Fase rigor mortis
-
kel Perlakuan pH kel Perlakuan pH 1 Tanpa perlakuan 7,2 1 Tanpa perlakuan 6,9 2 Dipukul dengan benda keras 7,7 2 Dipukul dengan benda keras 6,9 3 Ditusuk medula oblongata 7,8 3 Ditusuk medula oblongata 7,1 4 Dipatahkan tulang belakang 7,3 4 Dipatahkan tulang belakang 7,8 5 Tanpa perlakuan 7,3 5 Tanpa perlakuan 9,4 6 Dipukul dengan benda keras 7,1 6 Dipukul dengan benda keras 7,0 7 Ditusuk medulla oblongata 7,8 7 Ditusuk medulla oblongata 7,4 8 Dipatahkan tulang belakang 7,6 8 Dipatahkan tulang belakang 8,3
Tabel 1.3 Fase prerigor Tabel 1.4 Fase Rigor Mortis
Fase post rigor
-
kel Perlakuan pH 1 Tanpa perlakuan 8,1 2 Dipukul dengan benda keras 7,9 3 Ditusuk medula oblongata 8,1 4 Dipatahkan tulang belakang 8,4 5 Tanpa perlakuan 8,2 6 Dipukul dengan benda keras 8,0 7 Ditusuk medulla oblongata 8,1 8 Dipatahkan tulang belakang 8,1
Tabel 1.5 Fase Post rigor
GRAFIK PH
Gambar 1.3. Grafik pH tanpa perlakuan
Gambar 1.4. Grafik pH ikan dipukul benda keras
Gambar 1.5. Grafik pH ikan ditusuk medulla oblongatanya
Gambar 1.6. Grafik Ph ikan dipatahkan tulang belakangnya
4.2 Analisa Prosedur
Langkah pertama yang dilakukan dalam mempraktikan tentang pH meter adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikum. Alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya adalah timbangan analitik yang digunakan untuk menimbang sampel dengan ketelitian 0,0001 beaker glass 100 ml yang digunakan sebagai tempat sampel yang telah ditambahkan aquades. Mortar dan alu digunakan untuk mengaduk sampel supaya homogen,pH meter digunakan untuk mengatur pH sampai yang diuji, pisau digunakan untuk menyayat dan mengambil daging ikan, stopwatch digunakan untuk menghitung waktu dan nampan digunakan sebagai tempat sampel dan alat-alat praktikum.
Bahan yang digunakan adalah aquades yang berfungsi sebagai pelarut sampel yang akan diuji pHnya. Dan bahan untuk sampel yang digunakan adalah ikan nila,ikan nila dilakukan dengan empat perlakuan yang berbeda pada setiap kelompok,perlakuan pertama adalah ikan dibiarkan mati dengan sendirinya dengan mengangkat dalam air,perlakuan kedua adalah ikan dipukul dengan benda keras,perlakuan yang ketiga ikan ditusuk medula oblongata dan perlakuan ke empat adalah ikan dipatahkan tulang belakangnya.
Setelah dilakukan perlakuan pada masing-masing ikan,diambil sampel mulai dari pre rigor,rigor mortis,post rigor kemudian diambil daging ikan dengan cara disayat menggunakan pisau,daging yang telah diambil dihaluskan dengan menggunakan mortar,tujuannya untuk memperluas permukaan daging agr dapat bercampur dengan aquades. Setelah daging dihaluskan daging ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik yang ketelitiannya 10-4.. tahp selanjutnya dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml dan ditambahkan aquades sebanyak 5 ml lalu dihomogenkan.
Kemudian diukur pH pada masing-masing tahap yaitu mulai dari pre rigor,kemudian rigor mortis,dan yang terakhir post rigor menggunakan pH meter.
pH meter yang digunakan harus standarisasi terlebih dahulu dengan menggunakan aquades agar pH meter ditunggu sampai nilai pH yang ditunjukkan dalam keadaan konstan dicatat nilai pHnya pada masing-masing tahap tersebut.
Tujuan dari perlakuan yang berbeda-beda ini adalah untuk mengetahui perlakuan manakah yang lebih menentukan ikan mati lebih cepat dan perlakuan manakah yang lebih lama ikan mati,serta menentukan kemunduran mutu ikan pada tiap fase dalam perlakuan yang berbeda dan nilai pH tiap fase-fase kemunduran mutu ikan tersebut.
4.3 Pembahasan hasil
Analisa hasil dari data yang diperoleh dari praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen pada materi pH yaitu untuk fase pertama dalam nilai pH yaitu untuk fase pertama dalam nilai pH untuk fase pre rigor,pada kelompo 1 tanpa perlakuan dihasilkan nilai pH=7,7. Pada kelompok 2 dengan perlakuan dipukul dengan benda keras diperoleh nilai pH=7,7 . pada kelompok 3 dengan perlakuan ditusuk medulla oblongatanya diperoleh nilai pH=7,8. Pada kelompok 4 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakang diperoleh nilai pH=8,3 , kemudian pada kelompok 5 dengan perlakuan tanpa perlakuan diperoleh nilai pH=7,3 pada kelompok 6 dengan perlakuan dipukul dengan benda keras diperoleh nilai pH=7,1 pada kelompok 7 diperoleh pH=7,8 dengan perlakuan ditusuk medulla oblonagatanya dan kemudian yang terakhir pada kelompok 8 dengan perlakuan di patahkan tulang belakang diperoleh nilai pH=7,6
Kemudian analisa yang selanjutnya diperoleh beberapa nilai pH,pada fase rigor mortis yaitu untuk kelompok 1 dengan perlakuan tanpa perlakuan diperoleh nilai pH=6,9. Pada kelompok 2 dengan perlakuan dipukul dengan benda keras diperoleh nilai pH=6,9. Pada kelompok 3 dengan perlakuan ditusuk oblongotanya diperoleh nilai pH=7,1. Pada kelompok 4 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakang diperoleh nilai pH=7,4. Pada kelompok 5 dengan perlakuan tanpa perlakuan diperoleh nilai pH=9,4. Pada kelompok 6 dengan perlakuan dipukul benda keras diperoleh nilai pH=7,0. Pada kelompok yang terakhir pada fase rigor mortis yaitu kelompok 8 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakangnya diperoleh nilai pH =8,3
Kemudian analisa dari fase yang terakhir yaitu untuk fase post rigor, nilai-nilai pH yang diperoleh pada masing-masing perlakuan yaitu untuk kelompok 1 dengan perlakuan tanpa perlakuan diperoleh nilai pH=8,1. Pada kelompok 2 dengan perlakuan dipukul dengan benda keras diperoleh nilai pH=7,9. Pada kelompo 3 dengan perlakuan ditusuk medulla oblongatanya diperoleh nilai pH=8,1 pada kelompok 4 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakang diperoleh nilai pH=8,4
Kemudian untuk kelompok 5 dengan perlakuan tanpa perlakuan diperoleh nilai pH=8,2,pada kelompok 6 dengan perlakuan dipukul dengan benda keras dihasikan nilai pH=8,0. Pada kelompok 7 dengan perlakuan ditusk medulla oblongata diperoleh nilai pH=8,1 pada kelompok yang terakhir untuk fase post rigor yaitu kelompok 8 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakangnya diperoleh nilai pH =8,1
Setelah menganalisa hasil dari data yang diperoleh pada masing-masing kelompok,dengan perlakuan yang berbeda-beda untuk nilai pH tertinggi pada fase pre rigor yaitu diperoleh pada kelompok 4 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakang dengan nilai pH=8,3. Serta nilai terendah diperoleh pada kelompok 6 dengan perlakyuan dipukul dengan benda keras dengan nilai pH=7,1
Kemudian untuk fase rigor mortis, nilai pH tertinggi diperoleh pada kelompok 8 dengan perlakuan dipatahkan tulangbelakang dengan nilai pH=8,3 serta nilai pH terendah pada fase post rigor diperoleh pada kelompok 2 dengan perlakuan dipukul dengan benda keras dengan nilai pH=7,9.
Penambahan aluminium sulfat cenderung menurunkan pH larutan,karena menghasilkan ion H+ setelah bereaksi dengan air. Penambahan pati fosfat cenderung tidak mempengaruhi pH,karena pati fosfat cenderung berfungsi sebagai jembatan penghubung antar partikel melalui proses adsorpsi tanpa menghasilkan ion H+ (Linggawati,2002)
Telah dilakukan penelitian mengenai penentuan pH optimum isolasi dari keragian dari rumput laut jenis Eucheuma cottani. Isolasi keragian dilakukan dengan variasi pH 7,5 , 8,0 , 8,5 ,dan 9,0 identifikasi dilakukan dengan uji kelarutan dan spekstraskapi infra merah yang dibandingkan dengan keragian standar. Dari isolasi keraginan diperoleh rendeman terbesar pada pH 8,5 sebesar 34,65% (Bawa,2007)
5.PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambildari praktikum Teknologi dan fisiologi pasca Panen materi pH, antara lain :
- Perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati,antara lain hyperaeemia,rigormortis,post rigor
- Pada umumnya ikan yang sudah tidak segar,dagingnya mempunyai pH yang lebih tinggi dari pada ikan yang masih segar.
- Factor-faktor yang mempengaruhi kemunduran mutu bahan pangan yaitu kerusakan kimiawi,kerusakan fisis, dan kerusakan biologis.
- Dari data pH fase pre rigor didapatkan data yaitu pada kekompok 1=6,9 ,kelompok 2=6,9 , kelompok 3=8,2 ,kelompok 4=8,4 ,pada kelompok 5=7,1 ,pada kelompok 6=7,4 pada kelompok 7=7,8. Pada kelompok 8 =8,1
- Dari data pH fase rigor mortis didapatkan data, yaitu pada kelompok 1=8,1,pada kelompok 2=7,9,pada kelompok 3=8,1 ,pada kelompok 4=8,4 ,kelompok 5=8,2 ,pada kelompok 6=8,0 pada kelompok 7=8,1, pada kelompok 8 =8,1.
- Dari data pH fase post rigor didapatkan data yaitu kelompok 1=8,1 kelompok 2=7,9 kelompok 3=8,1 ,kelompok 4=8,4 ,kelompok 5=8,2 ,kelompok 6=8,0 ,kelompok 7=8,1 ,kelompok 8=7,6
- Nilai pH tertinggi pada fase pre rigor yaitu kelompok 4 dengan perlakuan ikan di patahkan tulang belakangnya dengan pH sebesar 8,3. Tertinggi pada fase rigor mortis yaitu pada kelompok 5 dengan perlakuan ikan dibiarkan mati dengan sendirinya dengan pH sebesar 9,4. Nilai pH tertinggi pada fase post rigor yaitu pada kelompok 4 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakangnya dengan perlakuan pH sebesar 8,4
- Nilai pH terendah pada fase pre rigor yaitu pada kelompok 6 dengan perlakuan dipukul benda keras dengan pH sebesar 8,0. pH tertinggi pada fase rigor mortis diperoleh kelompok 1&2 dengan perlakuan dipukul benda keras dan dibiarkan mati dengan sendirinya dengan pH=7,9 .sedangkan pH tertinggi pada fase post rigor diperoleh kelompok 4 dengan pH 8,4
5.2 saran
Agar dalam menjalankan praktikum ini diperlukan ketelitian analisa pH agar hasil yang didapat tidak melenceng jauh dari hasil yang telah ditentukan dan alangkah lebih baik apabila asisten ikut mendampingi para praktikan,demi menjaga ketenangan saat praktikum berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Afrianto dan liviawati.2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogjakarta.
Google Image. 2010. Gambar Ikan Nila. http://www.google.com/image/nila. diakses tanggal 23 Juni 2010. Pukul 12.30 WIB.
Jica. 2008. Teknik Pasca Panen dan Produk Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Munandar. 2009. Kemunduran Mutu IKan Nila Pada Penyimpanan suhu rendah.Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Serang.
Murachman. 2006. Fish Handling. Universitas Brawijaya. Malang.
Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Nonlohy. 2006. Hand book of water analisis macarel. dekker.inc. Newyork.
Nurjannah.2004.Kemunduran Mutu IKan Nila Merah (Oreochromis niloticus)Selama Penyimpanan Suhu ruang. Volume VII.No 1. Departemen THP.FIKP. IPB. Bogor.
Rostini. 2007. Penanganan Bakteri Asam Laktat Terhadap Masa Simpan. Univaesitas Padjajaran. Bandung.
Rustidja. 1996. Marculinasi Ikan Nila.Univaersitas Brawijaya. Malang.
Sasmito,B.B. 2006. Dasar – dasar Pengawetan Bahan Pangan. Univarsitas Brawijaya. Malang.
Sumardi, J. A. 2005. Pengantar Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Malang.
Suwandi. 2003. Aplikasi Minuman Ringan Dalam Menghambat Laju Kemunduran Ikan. IPB. Bandung.
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan yang demikian ini adalah yang disukai konsumen. Keadaan itu dapat diperoleh dari penanganan dan sanitasi yang baik. Ketika ikan baru saja ditangkap dari air,keadaan kesegaran adalah yang paling maksimal ,makin lama berada di uadara terbuka maka menurun kesegarannya. (Hadiwiyoto,2003)
Air merupakan komponen bahan pangan yang mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologis. Pada perubahan fisik bahan pangan, maka perubahan air akan mempengaruhi tekstur. Pada proses mikrobiologis peranan air sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Pada proses kimiawi dalam bahan pangan,air sangat penting sebagai pelarut sebagai reaksi hidrolisis sebagai reaksi produk kondensasi dan sebagai modifikator aktivitas katalusari dan inhibitor (Widyawati,2008)
Dalam ilmu teknologi pangann,sifat fungsional di definisikan sebagai suatu sifat dalam tekanan yan berkaitan dengan daya guna dan keinginan (Skorsi et al,1998)
Rasa bau,warna,tekstur,kelarutan,penyerapan,dan penahan air,kerenyahan ,elastissitas,nilai nutrisi dan daya awet merupakan sifat fungsional penting pada ikan olahan, sedangkan harga,ketersediannya serta jenis dan bentuk olahan bukan meripakan suatu sifat fungsional walaupun keadaan tersebut juga sangat penting. (Herawaati,2008)
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen adalah agar mengetahui proses kemunduran mutu ikan Nila dengan perlakuan kematian yang berbeda-beda serta mengetahui kadar air ikan hidup yang diberi perlakuan berbeda.
Tujuan dari praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen adalah agar para praktikan dapat melakukan penanganan pasca panen mengetahui hubungan kadar air ikan hidup yang diberi perlakuan berbeda dan dapat menganalisa kadar air dengan metode pre rigor
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen dilaksanakan pada hari Kamis 20 Mei 2010 mulai pukul 17.15-01.00 WIB pada hari Jumat 21 Mei 2010 mulai pukul 15-23.00 di Laboratorium Sentral dan Ilmu Hayati (LSIH) Universitas Brawijaya Malang.
2.TINJAUAN PUSTAKA
-
-
klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila.
-
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh panjang dan pipih kesamping dan warna putih. Ikan nila berasal dari sungai nil dan sungai-sungai di sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar di wolayah – wilayah di 5 benua yang beriklim tropis dan sub tropis sedangkan di wilayah yang beriklim dingin ikan nila tidak dapat hidup dengan baik. Bibit ikan di datangkan secara resmi olehbalai penelitian perikanan air tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi barulah ikan ini disebar luaskan kepada petani seluruh indonesia.
KLASIFIKASI
Kelas : osteicthies
Sub kelas : aconthopterigi
Ordo : percomophi
Sub ordo : percoidea
Family : ciohildae
Genus : oreochromis Gambar 2.7 Ikan Nila
Species : orecrhomis niloticus ( Bapenas, 2010)
Adawyah (2008) menyebutkan berdasarkan hasil penelitian ternyata daging ikan memiliki komposisi kimia yaitu:
Komposisi kimia |
presentase |
Protein Lemak Karbohidrat Vitamin Mineral Air
|
18,0 – 30,0 % 0,1 – 2,2 % 0,0 – 1,0 % 0,01 % 0,01% 60,0 – 84,0 % |
Tabel 2.1 Tabel Komposisi Kimia ikan
Secara umum betuk tubuh ikan panjan g dan ramping, dengan sisik berkuran besar, matanya besar menonjol dan bagian tepinya berwarna putih, gurat sisi terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut tapi letaknya lebih kebawah daripada letak garis sirip perut dan sirip dubur mempunyai jari jari lemah tapi keras dan tajam seperti duri sirip punggung berwarna hitam dansirip dada juga hitam.
( Amri dan Khoiruman, 2008)
-
-
Macam Air dan Bahan Pangan
-
Kandungan air menurut Adawyah (2007) yang terdapat di dalam suatu bahan pangan terdiri atas tiga jenis masing-masing air bahan itu adalah :
-
Air Bebas (Free Water)
Bagian air tersebut terdapat pada permukaan bahan,dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan serta dapat pula dijadikan sebagai media reaksi kimia.
-
Air terikat secara fisik
Merupakan bagian air bahan yang terdapat dalam jaringan matriks bahan (turunan bahan) karena adanya ikatan-ikatan fisik. Bagian air tersebut :
-
Air terikat menurut sitem kapiler
-
Air absorbs
-
Air yang terkurung diantara tenunan bahan karena adanya hambatan mekanis
-
Air terikat secara Kimiawi
Air bahan yang terikat secaraa kimia adalah :
-
Air yang terikat sebagai Kristal,atau Kristal yang mengikat molekul air .
-
Air yang terikat dalam siste dispersi koloidal, terdiri dari partikel-partikel dengan bentuk ukuran beragam.
Dalam bahan pangan air dalam tubuh air bebas dan air terikat. Air bebas mudah dihilangkan dengan cara penguapan atau pengeringan,sedangkan air terikat sukar dihilangkan dari bahan pangan tersebut meskipun dengan cara pengeringan (Widyawati,2008)
Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis,kimiawi,enzimatik,bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air yang dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut di atas. Oleh karenanya kadar air bukan merupakan parameter kadar air yang absolut untuk dapat dipakai meramalkan kecepatam terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini dapat digunakan pengertian Aw (aktifitas air) untuk menentukan kemampuan air dalam proses-proses kerusakan bahan makanan (Suhardi,2004)
-
-
Analisa Kadar Air
-
Kadar air merupakan faktor penting dalam proses kerusakan dan pembusukan bahan pangan. Hal ini disebabkan oleh fungsi air yang sangat kompleks. Dimana dapat menjadi pelarut yang baik untuk brbsgsi jenis komponen bahan seperti vitamin substrat dan lainnya. Mobilitas enzim sangat dibantu oleh kesediaan air dalam bahan pangan, sehingga kandungan air yang tinggi membantu proses enzimatis. Dengan adanya mobilitas enzim dan substrat yang tinggi maka proses kerusakan bahan akibat proses enzimatis akan sangat tinggi. Disamping itu air juga merupakan media yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme, sehingga akan sangat menunjang aktifitasnya yang sangat merugikan.
Kadar air erat hubungannya dengan aktifitas air aW (Water activity) yaitu kandungan air berkembang atau equilipbrium moisture conten (EMC). Kebutuhan minimal mikroorganisme juga sering dinyatakan dengan nilai Aw tersebut, dimana untuk setiap jenis mikroorganisme memiliki kisaran nilai Aw untuk dapat tumbuh normal. Aw yang lebih rendah dari Aw minimum kehidupann dan berkembangnya sehingga nilai Aw suatu bahan pangan sangat mempengaruhi daya awetnya. (Bambang,2005)
Air merupakan kebutuhan yang pokok bagi perrtmbuhan bakteri. Bakteri selalu menyerap makanannya dalam bentuk larutan, dan untuk itu mutlak diperlukan air. Jadi, dalam suasana yang kering baktri tidak akan dapat makan sehingga mati. Atas dasar inilah, maka ikan dapat diawet dengan mengurangi kadar air dengan cara :
- Pengeringan dengan udara
- Kosmose dengan penggunaan garam
- Pemerasan (pressing) penggunaan tekanan untuk mengeluarkan air
- Pemasakan (perebusan, pengukusan, pengetiman, dll)
- Pengeringan dengan pembekuan pada ruang hampa
(Kurniati,2006)
Kadar bahan dapat ditentukan berdasarkan berat basah (wet bassis) atau berat kering (dry bassis) berdasarkan berat basah. Kadar air bahan adalah rasio berat air dengan berat sampel, yang dinyatakan dalam persen (%) secara matematis dapat dinyatakan sebgai berikut :
% air = w/s x 100 %
Dimana w = berat air
S = barat sampel
Sedangkan berdasarkan berat kering, kadar air suatu bahan pangan adalah rasio berat air dengan bahan keringnya (berat padatan air) secara matematis
% air = w/p x 100 %
Dimana w = berat air
P = barat kering (padatan tanpa air) (Sasmito,2005)
-
- Hubungan kadar air dan mutu ikan
Kadar air hal yang sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini merupakan salah satu sebab mengapa didalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air disamping bertujuan mengawetkan juga mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan. (moedjiharo,2004)
Air merupakan kebutuhan dari sebuah makhluk hidup, demikian juga dengan bakteri. Bakteri memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya, disamping komponen bahan gizilainnya sehingga semakin tinggi kadar air. Suatu bahan pangan maka kerusakan bahan pangan tersebut akibat aktivitas bakteri akan semakin tinggi pula.
(Tapatubun,et.al,2000)
Bahan pangan yang berupa buah, sayuran, daging, maupun susu telah banyak berjasa dalam memmenuhi kebutuhan air manusia. Buah mentah yang menjadi matang selalu bertambah kandungan airnya, misalnya calon buah apel yang hanya mengandug 40% air akan dapat menghasilkan buah apel yang kadar airnya 80%, nanas mempunyai kadar air 87%, dan tomat 95%, buah yang paling banyak kandungan airnya adalah semangka dengan kadar air 97%, kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan. Selain itu bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau lat – alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Sebagian besar dari yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri. (winarno,2002)
3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Fungsi
Alat – alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen materi tentang analisa kadar air, antara lain:
- Botol timbang : sebagai wadah sampel ikan nila halus pada saat uji kadar air
- Nampan : untuk tempat ikan nila, peralatan dan bahan laiinnya,
- Crushible tank : untuk menjepit dan memindahkan botol timbang
- Timbangan anlitik : untuk menimbang sampel dengan ketelitian 0,0001 gr
- Own elektrik : digunakkan untuk mengoven botol timbang dan sampel dengan menggunakan suhu 1050C.
- Dosikator : untulk menyerap uap air dan menurunkan suhu suatu alat setelah dilakukan penggovenan
- Pisau : digunakan untuk menyayat ikan nia dan untuk mengambil sampel dagig ikan nila
- Mortar : digunakan untuk menghaluskan sampel daging ikan nila.
3.2 Bahan, Fungsi dan Cara buat
Bahan – bahan digunakan dalam praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen materi tentang analisa kadar air, antara lain :
- Sampel ikan nila : sebagai sampel yang diuji kadar airnya
- Plastik : sebagai alas sampel daging ikan nila saat pennimbangannya
- Kertas label : untuk menandai sampel atau perlakuan
- Tissue : untuk mengelap elektroda pada Ph materi
- Aquades : untuk mengencerkan (melarutkan)
- Air : untuk mencuci ikan dan mencuci peralatan yang telah digunakan
- Silica gel : untuk menyerap uap air dari botol timbangan dan sampel
3
Ikan yang prerigor mortis
.3 Skema kerja
Botol timbang tertutup
Dicuci dan dikeringkan dengan tissue
Di haluskan dan ditimbang 2 gr sebagai berat (B)
Dikeringkan dalam oven 1050C selama semalam dengan tutup setengah / terbuka
Dimasukkan kedalam timbangan botol timbang
Diambil dengan crushible tank dan ditimbangdengan timbangan analitik sebagai berat asal (A)
Dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan dengan tutup setengah terbuka selama 24 Jam pada suhu 1050C
Dikeluarkan dengan crushible tank dan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit
Diambil dengan crushible tank dan ditimbang (C)
Dihitung nilai kadar air
Hasil
2.8 Gambar Skema kerja Kadar Air
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Kadar Air
Tabel 2.2 Kadar air
kel | perlakuan | Berat botol (A) | Berat sampel (B) | Berat akhir(C) | % KA |
1 | Tidak ada perlakuan | 27, 4726 | 1, 9883 | 27, 8760 | 79,71 % |
2 | Dipukul dengan benda keras | 28, 4522 | 2, 0128 | 28, 8830 | 78,74% |
3 | Ditusuk oblangata | 29, 5113 | 1, 9991 | 31, 9067 |
80,91% |
4 | Dipatahkan tulang belakang | 29, 5077 | 2, 0658 | 29, 9500 |
78,58% |
5 | Tidak ada perlakuan | 27, 8873 | 1, 9762 | 28, 2683 |
80,72% |
6 | Dipukul dengan benda keras | 27, 9025 | 1, 9888 | 28, 3180 | 79,10% |
7 | Ditusuk oblangata | 27, 5757 | 1, 9920 | 27, 8851 | 84,06% |
8 | Dipatahkan tulang belakang | 27, 2535 | 1, 9994 | 27, 6939 | 77,96% |
Perhitungan Kadar Air
- Kelompok 1
= 79,7113 %
- Kelompok 2
= 78,5970 %
- Kelompok 3
= 80,9114 %
- Kelompok 4
= 78,5894%
- Kelompok 5
= 80,7206 %
- Kelompok 6
= 79,1130 %
- Kelompok 7
= 84,46790 %
- Kelompok 8
= 77,9734%
Gambar 2.9 Grafik kadar air
4. 2 Analisa Prosedur
Langkah yang pertama dilakukan dalam pratikum analisa kadar air adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Alat – alat yang disiapkan antara lain : Botol timbang, Oven, Desikator, Timbangan analitik, Spatula, Mortar, Pisau, Crushable tank, Nampan. Adapun bahan yang akan digunakan antara lain : Ikan nila, Kertas, Silica gel, Kertas label, Tissue, Air
Langkah selanjutnya adalah botol timbang dan tutupnya dicuci bersih dan dikeringkan menggunakan tissue, kemudian botol timbang dikeringkan pada oven pada suhu 1050 C selama semalam dengan tutup setengah terbuka. Dioven selama semalam agar kandungan air dalam botol timbang berkurang dan agar botol timbang dalam keadaan steril agar hasil timbangan akurat.selain itu pada suhu tersebut (1050), air mempunyai titik didih dan titik uap pada suhu tersebut, jika kurang maka air tidak akan menguap seluruhnya, dan bila lebih senyawa- senyawa seperti vitamin dan mineral akan ikut menguap bersama air.Langkah selanjutnya botol timbang diambil menggunakan crushible tank yang bentuknya seperti penjepit kemudian botol timbang dimasukan dalam desikator selama 15-30 menit untuk didinginkan dan menyerap uap air dalam botol timbang karena adanya silica gel didalamnya. Langkah berikutnya botol timbang untuk mengetahui berat awalnya. Ditimbang menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0.0001 untuk berat “A”. Selanjutnya pada saat ikan nila pada fase pre rigor, sampel ikan nila dihaluskan. Tujuan dihaluskan untuk memperluas permukaan dan memudahkan dalam analisa kadar air. Dalam analisa kadar air digunakan perlakuan yang berbeda untuk mengetahui kadar airnya dengan perlakuan berbeda apakah ada pengaruh atau perbedaan selama itu dalam analisa kadar air ini. Menggunakan sampel basah karena karena jika mengguakan sampel kering akan banyak kandungan bahan terungkapkan. Langkah selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 2 gram dengan menggunakan timbangan analitik dengan ketelitian 0.0001 gram untuk mendapatkan berat “B” dan dimasukan dalam botol timbang kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama semalam dengan tutup setengah terbuka tidak jauh melebihi titik didih air. Apabila melebihi akan menguapkan bahan lain, sampai diperoleh berat konstan (selisih penimbangan berturut-turutut 0,2 mg) langkah berikutnya sampel dikeluarkan dari oven kemudian dimasukkan dalam desikator selama 15 menit untuk didinginkan dan diserap uap airnya dan untuk mengetahui apakah sampel tersebut sudah jenuh dengan air atau belum, dengan bantuan silica gel. Bila sudah jenuh maka butir-butir kecil akan berwarna merah muda dan apabila dipanaskan akan menjadi kering berwarna biru. Langkah selanjutnya timbang berat botol timbang sampel dengan timbangan analitik 0.0001 untuk mendaoatkan nilai “C” dan hitung kadar airnya.
4.3 Analisa Hasil
Hasil data yang diperoleh pada praktikum tentang materi kadar air yaitu untuk kelompok I dengan perlakuan tanpa perlakuan berat botol ( A ) = 27, 4726, berat sampel (B)=1,9883, berat aktivitas (C)=27,8760, kemudian untuk kelompok 2 dengan perlakuan dipukul dengan benda keras dengan berat botol (A)=28,4522, berat sampel (B)=2,0128, berat akhir (C)=28,8830, untuk kelompok 3 dengan perlakuan ditusuk oblangatanya dengan berat botol (A)= 29, 5113, berat sampel (B)= 1, 9991, berat akhir (C)= 31, 9067, untuk kelompok 4 denagan perlakuan Dipatahkan tulang belakang berat botol (A)= 29, 5077, berat sampel (B)= 2, 0658, berat akhir (C)= 29, 9500, untuk kelompok 5 dengan perlakuan Tidak ada perlakuan dengan berat botol (A)= 27, 8873, berat sampel (B)= 1, 9762, berat akhir (C)= 28, 2683, untuk kelompok 6 dengan perlakuan Dipukul dengan benda keras dengan berat botol (A)= 27, 9025, berat sampel (B)= 1,98888, berat akhir (C)= 28, 3180, untuk kelompok 7 dengan perlakuan Ditusuk oblongata dengan berat botol (A)= 27, 5757, berat sampel (B)= 1, 9920, berat akhir (C)= 27, 8851, kemudian yang terakhir yaitu kelompok 8 dengan perlakuan Dipatahkan tulang belakang dengan berat botol (A)= 27, 2535, berat sampel (B)= 1, 9994, berat akhir (C)= 27, 6939.
Kemudian setelah perhitungan dengan menggunakan rumus kadar yaitu :
% WB =
Dihasilkan nilai akhir yaitu untuk kelompok 1 dengan diperoleh nilai 74, 7113%, untuk kelompok 2 diperoleh nilai 78, 5970%, untuk kelompok 3 diperoleh nilai 80, 9114%, untuk kelompok 4 diperoleh nilai 78, 5894%, untuk kelompok 5 diperoleh nilai 80, 7206%, untuk kelompok 6 diperoleh nilai 79, 1080%, untuk kelompok 7 diperoleh nilai 84, 4679%, untuk kelompok yang terakhir yaitu kelompok 8 diperoleh hasil perhitungan sebesar 77, 9734%.
Dari hasil pembahasan tersebut, untuk kadar air yang telah dilaksanakan didapatkan nilai tertinggi pada kelompok dengan masing – masing perlakuan. Untuk nilai tertinggi pada kadar air yaitu diperoleh pada kelompok 7 dengan nilai 84, 4679%, dengan perlakuan ditusuk bagian medulla oblangatanya, kemudian nilai terendah diperoleh pada kelompok 1 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakang diperoleh hasil perhitungan sebesar 74, 9113%.
Banyak konsumen VCO muntah karena ketengikan, tengik ini terjadi karena hidrolisis akibat tingginya kadar air dalam VCO. Kandungan air dalam buah kelapa yang tua mencapai 46 kal/100g, apalagi dalam pembuatan VCO sendiri perlu air untuk membuat santan tetapi kandungan air dalam VCO bias diatasi dengan waktu proses pengendapan yang sempurna ( Rahayu, 2006 ).
Penelitian ini mempelajari menggunakan khitosan pada proses pengawetan ikan teri ( S. heterolubus ) asin kering selama penyimpanan suhu kamar. Tujuannya adalah mengetahui konsenterasi khitosan yang efektif untuk pengolahannya. Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak. Kelompok (rak) faktoral, perlakuan pertama adalah perlakuan konsenterasi khitosan ( tiga taraf : 0,2, 4,6, 8 minggu ) variable dependen yang diamati meliputi total bakteri / TPC kadar air dan aktivitas air ( srisedjati et al, 2007 ).
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum Teknologi Fisiologi Pasca Panen pada materi kadar air antara lain sebagai berikut :
- Meskipun sering di abaikan air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan, air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrient seperti bahan makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup.
- Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda – beda, baik itu makanan hewani maupun nabati,
- Jumlah air dalam tubuh kurang lebih dua pertiga berat badan dan merupakan komponen terpenting jika ditinjau dari segi anatomi dan fisiologi untuk melangsungkan kehidupan, air merupakan komponen penting kedua setelah oksigen.
- Menurut murachman (2006), komposisi utama ikan adalah : Air 66,0 – 81,0 %, Protein 15,0 – 24,0 %, Lemak 0,1 – 22,0 %, Mineral 0,8 – 7,0 %.
- Untuk nilai tertinggi pada kadar air yaitu diperoleh pada kelompok 7 dengan nilai 84, 4679%, dengan perlakuan ditusuk bagian medulla oblangatanya.
- kemudian nilai terendah diperoleh pada kelompok 1 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakang diperoleh hasil perhitungan sebesar 74, 9113%.
5.2 SARAN
Diharapkan bagi seluruh praktikan dalam melakukan praktikum harus hati – hati dan sungguh – sungguh, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan dan data yang diperoleh biar benar dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Moeljanto. 1982. Penanganan Ikan Segar. Swadaya. Jakarta.
Muchtadi, T. Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas Gizi dan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Murachman. 2006. Fish Handling. Universitas Brawijaya. Malang.
Nurjanah. Et. Al. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Robert. Mc Graw Hill. 2003. Dictionary of Chemistry. Mc Graw Hill. New York.
Rostini, Iis. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantalium) Trhadap Masa Simpan Fillet Nila Merah pada Suhu Rendah. Universitas Padjajaran. Bandung.
Rustidja. 1996. Pola Warna dan Genetik Ikan Nila. Universitas Brawijaya.
Sasmito, Bambang Budi. 2005. Dasar- dasar Pengawtean Bahan Pangan. Universitas Brawijaya. Malang.
Sumardi, J. A. 2005. Pengantar Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Malang.
Winarno. F. G. 2007 kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
- PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Dalam ilmu teknologi pangan,sifat fungsional didefinisikan sebagai suatu sifat dalam makanan yang berkaitan dengan daya guna dan keinginan konsumen(Sikorsi et al,1998). Rasa,bau,warna,tekstur,kelarutan,penyerapan, dan penahanan, sifat fungsional penting pada ikan olahan,sedangkan harga,ketersediaan,serta jenis dan bentuk olahan bukan merupakan sifat fungsional,walaupun keadaan tersebut juga sangat penting bagi konsumen (Herawati,2002)
Kemampuan kimia ikan tergantung kepada spesies umur,jenis,ketahanan dan musim penangkapan serta ketersediannya pakan di air. Habitat dan kondisi lingkungan. Kandungan protein dan mineral daging ikan relative konstan. Tetapi kadar air dan kadar lemak sangat berfluktasi. Jika kandungan lemak pada daging semakin besar, kandungan air akan semakin kecil dan sebaliknya (Irianto soesilo,2007)
Tingkat kerusakan banyak ditentukan oleh kadar air produk. Semakin tinggi saya simpannya. Beberapa tepung tepungan memiliki kadar air di bawah 5 persen (Winarto,2007)
-
- maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen adalah agar mengetahui proses kematian ikan yang berbeda-beda yang mempunyai nilai WHC daging ikan,mengetahui kadar WHC terhadap parameter dalam penentuan kemunduran mutu ikan .
Tujuan dari praktikum Teknologi dan Fisologi Pasca Panen adalah agar para praktikan mengetahui kadar WHC,analisa WHC dalam penentuan kemunduran mutu ikan dapat melakukan pasca panen.
-
- waktu dan Tempat
praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen dilaksanakan pada hari Kamis 30 mei 2010 mulai pukul 17.15-01.00 WIB dan pada hari Jum’at 21 Mei 2010 mulai pukul 15.00-23.30 WIB di laboratorium Sentral dan Ilmu Hayati (LSIH) Universitas Brawijaya,Malang
- TINJUAN PUSTAKA
-
- klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila.
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh panjang dan pipih kesamping dan warna putih. Ikan nila berasal dari sungai nil dan sungai-sungai di sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar di wolayah – wilayah di 5 benua yang beriklim tropis dan sub tropis sedangkan di wilayah yang beriklim dingin ikan nila tidak dapat hidup dengan baik. Bibit ikan di datangkan secara resmi olehbalai penelitian perikanan air tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi barulah ikan ini disebar luaskan kepada petani seluruh indonesia.
KLASIFIKASI
Kelas : osteicthies
Sub kelas : aconthopterigi
Ordo : percomophi
Sub ordo : percoidea
Family : ciohildae Gambar 2.10 Ikan nila
Genus : oreochromis
Species : orecrhomis niloticus ( Bapenas, 2010)
Adawyah (2008) menyebutkan berdasarkan hasil penelitian ternyata daging ikan memiliki komposisi kimia yaitu:
Komposisi kimia | presentase |
Protein
Lemak Karbohidrat Vitamin Mineral Air |
18,0 – 30,0 %
0,1 – 2,2 % 0,0 – 1,0 % 0,01 % 0,01% 60,0 – 84,0 % |
Tabel 3.1 komposisi ikan nila
Secara umum betuk tubuh ikan panjan g dan ramping, dengan sisik berkuran besar, matanya besar menonjol dan bagian tepinya berwarna putih, gurat sisi terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut tapi letaknya lebih kebawah daripada letak garis sirip perut dan sirip dubur mempunyai jari jari lemah tapi keras dan tajam seperti duri sirip punggung berwarna hitam dansirip dada juga hitam.
( Amri dan Khoiruman, 2008)
-
- WHC (Water Holding Capacity)
Water Holding Capacity atau daya ikat air didefinisikan sebagai komponen daging untuk mengikat air baik yang bersal dari daging itu sendiri maupun yang berasal dari luar. Banyaknya air yang berkaitan dengan protein pada WHC merupakan fungsi dari komposisi asam amino dan bentuk proteinnya, seperti banyaknya gugus polar. Anion dan kation yang ada di dalamnya. Proses pembentukam gel melibatkan garam,protein, dan air, sehingga reaksi antara protein-air-garam memegang peranan yang sangat penting. Setara penyimpanan beku terjadi perubahan fifat fungsional dari protein myofibril yaitu berkurangnya kemampuan mengikat air dan garam sehingga kekuatan gel yang dihasilkan semakin rendah (Food review,2008)
Ikan yang sudah tidak segar mempunyai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan yang setengah segar dan yang segar. Karena ikan yang membusuk mengalami penurunan kapasitas. Menahan air (Water Holding Capacity) sehingga air bebas dan air bebas ini tidak semuanya berhasil diuapkan pada proses pengerinagn ikan (Herawati,2004)
Bagian yang paling berperan dalam penyerapan air dan biomasa adalah kandungan amilosa dan amiloptekin yang keduanya merupakan komponen pati. Hal ini dikarenakan jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar (Kuseno dan Syafari,2000) sedangkan menurut ( Winarno,1980) pati yang tergelatinisasi dan dikeringkan masih mampu menyerap air dalam jumlah besar (Suero,et al,2004)
-
- Analisa WHC
Pengukuran WHC dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode kertas saring dan metode sentrifus. Metode kertas saring hanya menghasilkan nilai relative WHC (Muctadi dan Sugiyono,1992)
Menurut Suradi (1992) daya ikat air (WHC) diukur dengan menggunakan metode FPPM (the Filter Paper Dress Method) meliputi :
- Pengukuran kandungan Air bebas
- Area basah
- Sampel daging
Gambar 3.11 Kandungan Air Bebas
Rumus :
A. Urea Basah
B. Sampel Daging
Rumus :
Mg H2O =
• Penentuan Kadar Air
Kadar air ( % bb ) =
Keterangan :
W1 = berat sampel
W2 = kehilangan berat
• Pengukuran daya ikat
Daya ikat air = % kadar air –
Selama 8 minggu penyimpanan produk fish cake goring yang dihasilkan mesih memperlihatkan tingkat kelayakan konsumsi yang baik. Hal ini didukung oleh nilai TBA yang terdapat dalam fish cake goring selama 8 minggu penyimpanan masih berada di bawah batas nilai TBA maksimal yaitu 18 M malonal dehide / kg. daya ikat menurun setelah penyimpanan pada minggu ke-6 (Trilaksani,2004)
-
- Hubungan WHC dengan mutu ikan
Nilai WHC daging menurun dengan menurunnya pH. Hal ini disebabkan karena protein rusak dalam suasan asam. Daging pre rigor memiliki nilai WHC lebih tinggi di bandingkan daging rigor atau pasca rigor. Selama proses pelayaan (aging) pH daging menurun sehingga WHC juga menurun (Muchtadi dan Sugiyono,1992)
Kapasitas mengikat air jaringan otot mempunyai efek langsung pada pengerutan dan daging selama penyimpanan. Daging dengan kapasitas mengikat air yang rendah akan menyebabkan banyak cairan yang hilang,sehingga selama pemasakan akan terjadi kehilangan berat yang besar. Kapasitas mengikat air air merupakan faktor mutu yang penting karena berpengaruh langsung terhadap badan fisik daging seperti keempukan,warna,tekstur serta pengerutan daging (Forest et al,1975)
- METODOLOGI
- Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen materi tentang analisa Water Holding Capacity (WHC) antara lain :
- Pelat kaca : sebagai pengepres daging nila.
- Pemberat 3 kg : menekan daging ikan nila saat pengepresan.
- Stopwatch : untuk menghitung waktu pengepresan.
- Timbangan analitik : untuk menimbang daging ikan nila dengan ketelitian 0,001 gr.
- Nampan : untuk tempat ikan dan peralatan.
- Pisau : untuk menyayat ikan dan untuk mengambil sampel daging ikan nila
- Penggaris : untuk mengukur panjang dan lebarnya sampel daging ikan Nila saat pengambilan sampel.
3.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen materi tentang analisa Water Holding Capacity (WHC) antar alain :
- Sampel daging ikan nila :sebagai sampel yang akan diuji
- Kertas :sebagai alas daging ikan Nila saat penimbangan.
- Kertas saring :sebagai alas sampel daging ikan Nila saat pengepresan.
- Air :untuk mencuci ikan nila dan mencuci peralatan yang telah digunakan.
- Ikan Nila : sebagai sampel yang akan diuji.
-
- Skema Kerja
Diambil sampel ikan Nila yang sudah mati pre rigor rigor mortis dan post rigor
Dipotong setebal 0,5 cm dengan panjang 1,5 cm
Ditimbang dengan timbangan analitik dengan ketelitian 10-4 gr serta dilapisi kertas sebagai alasnya
Diletakkan pada kertas saring sebagai alas pada pelat kaca,ditutup kertas saring dan ditutup dg pelat kaca lagi
Diberi beban seberat 2 kg selama 5 menit
Ditimbang lagi dg timbangan analitik dengan ketelitian 10-4 gr serta dilapisi kertas sebagai alasnya
Dihitung nilai WHC tiap fasenya pre rigor,rigormortis,dan post rigor
Gambar 3.12 Skema kerja WHC
Rumus perhitungan WHC :
rumus a = kadar air (Wb) × berat awal
% WHC = = 100%
- HASIL DAN PEMBAHASAN
- Analisa Hasil
Fase pre rigor
kel | Berat sampel (x) awal | Berat sampel (Y) akhir | WHC (%) |
1 | 3,7735 gr | 2,2505 gr | 51 |
2 | 1,1474 gr | 0,9074 gr | 42,09 |
3 | 1,8507 gr | 1,1759 gr | 47,12 |
4 | 0,8859 gr | 0,5939 gr | 30,42 |
5 | 3,2774 gr | 2,7606 gr | 19,54 |
6 | 1,3063 gr | 0,8103 gr | 47,99 |
7 | 0,8107 gr | 0,4451 gr | 53,64 |
8 | 1,8745 gr | 1,4202 | 31,08 |
Table 3.2 Fase pre rigor WHC
Fase rigor mortis
kel | Berat sampel (x) awal | Berat sampel (Y) akhir | WHC (%) |
1 | 2,0620 gr | 1,4932 gr | 19 |
2 | 2,4751 gr | 1,7607 gr | 27 |
3 | 2,5198 gr | 1,9525 gr | 27,2 |
4 | 1,7940 gr | 1,2590 gr | 21,25 |
5 | 3,4920 gr | 2,8933 gr | 33,73 |
6 | 2,3681 gr | 2,7362 gr | 33,73 |
7 | 1,5291 gr | 0,9770 gr | 42,95 |
8 | 1,3167 gr | 0,9036 gr | 40,25 |
Table 3.3 Fase rigor Mortis
Fase post rigor
kel | Berat sampel (x) awal | Berat sampel (Y) akhir | WHC (%) |
1 | 2,2882 gr | 2,7968 gr | -17,07 |
2 | 3,3273 gr | 0,8958 gr | |
3 | 3,0644 gr | 2,3749 gr | 27,80 |
4 | 2,7554 gr | 1,7027 gr | 0,49 |
5 | 3,7827 gr | 2,5434 gr | 40,59 |
6 | 1,1343 gr | 0,5600 gr | 69 |
7 | 2,0498 gr | 0,1268 gr | 63,36 |
8 | 1,3405 gr | 0,83109 gr | 48,68 |
Table 3.4 fase post rigor
Perhitungan kadar WHC
- Kelompok 1
- Prerigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 79,7113% x 3,7735 = x 100%
= 300,7906 = 0,5063%
- Rigormortis
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 79,7113% x 2,060 = x 100%
= 164,3647 = 0,3460%
- Postrigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 79,7113% x 2,2882 = x 100%
= 182,3954 = – 0,2788%
- Kelompok 2
- Prerigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 78,5970% x 1,1474 = x 100%
= 90,1822 = 0,2661%
- Rigormortis
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 78,5970% x 2,4751 = x 100%
= = 0,3672%
- Postrigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 78,5970% x 3,3273 = x 100%
= = 0,9297%
- Kelompok 3
- Prerigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 80,9114% x 1,8507 = x 100%
= = 0,4512%
- Rigormortis
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 80,9114% x 2,5197 = x 100%
= = 0,2782%
- Postrigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 80,9114% x 3,0644 = x 100%
= = 0,2780%
- Kelompok 4
- Prerigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 78,5894% x 0,8859 = x 100%
= = 0,4194%
- Rigormortis
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 78,5894% x 1,7940 = x 100%
= = 0,3795%
- Postrigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 78,5894% x 2,7554 = x 100%
= = 0,4861%
- Kelompok 5
- Prerigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 79,7113% x = x 100%
= 3 = 0,1953%
- Rigormortis
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 80,7206% x 3,4920 = x 100%
= 281,8763 = 0,2124%
- Postrigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 80,7206% x = x 100%
= = 0,4059%
- Kelompok 6
- Prerigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 78,5970% x = x 100%
= = 0,4799%
- Rigormortis
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 79,1080% x 2,3681 = x 100%
= = 0,3373%
- Postrigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 79,1080% x = x 100%
= = 0,6400%
- Kelompok 7
- Prerigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 84,4679% x 0,8107 = x 100%
= = 0,5339%
- Rigormortis
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 84,4679% x = x 100%
= = 0,4275%
- Postrigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 84,4679% x = x 100%
= = 0,0728%
- Kelompok 8
- Prerigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 77,9584% x = x 100%
= = 0,3109%
- Rigormortis
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 77,9584% x 1,3167 = x 100%
= = 0,4024%
- Postrigor
a = % kadar air ( wb ) x berat awal % WHC = x 100%
= 77,9584% x 1,3405 = x 100%
= = 0,4870%
Gambar 3.13 Grafik WHC
-
- Pembahasan prosedur
Pada praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen materi tentang analisa Water Holding Capacity (WHC) langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum antara lain plat kaca,pemberat 2 kg,stop watch,timbangan analitik,nampan,pisau,penggaris. Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain sampel daging ikan Nila,kertas saring,kertas dan kertas label serta air.
Seanjutnya diambil sampel ikan nila yang sudah mati pada tahap pre rigor,rigor mortis,post rigor lalu dipotong setebal 0,5 cm dengan panjang & lebar ± 15 cm. dipotong sampel menggunakan pisau dan pengukuran sampel menggunakan penggaris lalu ditimbang dengan timbangan analitik dengan ketelitian 0,0001 gr untuk mengetahui berat awal (X) pada sampel serta dilapisi kertas saring untuk mengikat kadar air (menyerap air) sebagai alasnya. Kemudian diletakkan pada kertas saring sebagai alas pada plat kaca,ditutup seberat 2 kg selama 5 menitagar kadar air dalam ikan nila dapat berkurang. Lalu ditimbang lagi sampel ikan yang sudah dilakuakn pengepresan dengan timbangan analitik dengan ketelitian 10-4 gr agar diketahui berat akhir(Y) serta dilapisi kertas sebagai alasnya dalam penimbangan berlangsung. Lalu ,dihitung nilai WHC tiap fasenya (pre rigor,rigor mortis,post rigor) sehingga diperoleh hasil yang akurat.
-
- Pembahasan Hasil
Dari hasil praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen materi tentang analisan Water Holding Capacity (WHC) di dapatkan fase pre rigornya yaitu pada kelompok 1 dengan tanpa perlakuan yaitu 0,5063. Pada kelompok 2 dengan perlakuan dipukul benda keras yaitu sebesar 0,2660. Pada kelompok 3 dengan perlakuan ditusuk medulla oblongata yaitu sebesar 0,4194. Pada kelompok 5 tanpa perlakuan yaitu sebesar 0,1953. Pada kelompok 6 dengan perlakuan dipukul benda keras yaitu sebesar 0,4799. Dan pada kelompok 7 dengan perlakuan ditusuk medulla oblongatanya yaitu sebesar 0,5339. Pada kelompok 8 denganperlakuan dipatahkan tulang belakang yaitu sebesar 0,3108.
Untuk fase rigor mortisnya diperoleh data pada kelompok 5 & 1 dengan perlakuan tanpa perlakuan yaitu sebesar 0,2124 & 0,3461. Pada kelompok 2&6 dengan perlakuan dipukul benda keras yaitu sebesar 0,3672 dan 0,3373. Pada kelompok 3 & 7 dengan perlakuan ditusuk medulla oblongatanya yaitu sebesar 0,2782 dan 0,4275 serta pada kelompok 8 & 4 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakang yaitu sebesar 0,3795 & 0,4024.
Untuk fase post rigor diperoleh data pada kelompok 1 & 5 dengan perlakuan tanpa perlakuan yaitu sebesar -0,2708 dan 0,4059. Pada kelompok 2&6 dengan perlakuan dipukul benda keras yaitu sebesar 0,9297 dan 0,6400. Pada kelompok 3 &7 dengan perlakuan ditusuk medulla oblongatanya yaitu sebesar 0,2781 dan 0,0728 serta pada kelompok 4&8 dengan perlakuan dipatahkan tulang belakang yaitu sebesar 0,4861 dan 0,4869.
Dari hasil pengamatan data yang diperoleh didapatkan :
- Nilai kadar WHC terendah pada fase pre rigor yaitu pada kelompok 2 dengan perlakuan dipukul benda keras yaitu sebesar 0,2661.
- Nilai kadar WHC terendah pada fase terendah pada fase rigormortis yaitu pada kelompok 5 dengan tanpa perlakuan yaitu sebesar 0,2124.
- Nilai kadar WHC terendah,pada fase post rigor yaitu pada kelompok 1 dengan perlakuan tanpa perlakuan yaitu sebesar -0,2788.
- Nilai kadar WHC tertinggi pada fase pre rigor yaitu pada kelompok 7 dengan perlakuan ditusuk medulla oblongatanya yaitu sebesar 0,4275.
- Nilai kadar WHC tertinggi pada fase post rigor yaitu pada kelompok 2 dengan perlakuan dpukul benda keras yaitu sebesar 0,9297.
Berdasarkan ujia anova 25% menunjukkan bahwa kombinasi penambahan konsentrasi maltodekstin dan sedium tripoliphosphat tidak berpengaruh terhadap daya ikat air surimi yang dihasilkan. Sodium tripoliphospat mempunyai sifat polyelectronic yang mampu berikatan dengan muatan (+) protein sehinga terjadi peningkatan kekuatan ion dan system protein (Utomo,2004).
Proses pengeringan dapat mengurangi kapasitas memegang air protein semakin tinggi suhu pengeringan yang dipanaskan,semakin besar dalam memegang WHC(Huda,2000)
- PENUTUP
-
- Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen dengan materi WHC antara lain :
- WHC atau daya mengikat air menunjukkan kemampuan daging untuk mengikat air bebas.
- Daya ikat air adalah kemampuan daging dalam mengikat air atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh dari encer.
- Kombinasi antara surimi daging murah dan putih dengan pertama (perbandingan 1:2) memberikan nilai tinggi terhadap kekuatan golongan 226,25 gr dan kandungan protein larutan garam 5,51% dibandingkan dengan kombinasi lainnya.
- Nilai WHC daging menurun dengan menurunnya pH.
- Nilai kadar WHC terendah pada fase pre rigor adalah pada kelompok 2 yaitu sebesar 0,2661. Nilai kadar WHC terendah pada fase rigor mortis pada kelompok 5 yaitu sebesar 0,2124. Nilai kadar WHC tertinggi pada fase pre rigor yaitu pada kelompok 7 sebesar 0,5339. Nilai WHC tertinggi pada fase post rigor adalah kelompok 2 sebesar o,9227 dan nilai WHC tertinggi pada rigor mortis yaitu pada kelompok 7 sebesar 0,4275.
- Sifat daging dalam mampu mengikat air bebas sangat penting dalam pembuatan produk emulsi daging seperti sosis dan base.
-
- Saran
Pada praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen materi tentang WHC sebaiknya setiap kelompok diberi waktu yang lebih cukup dalam melakukan suatu materi praktikum. Agar dalam pengerjaan tidak mengalami tergesa-gesa dalam pengerjaannya maupun penyeleseinnya.
DAFTAR PUSTAKA
Heruwati. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional. Pusat riset pengolahan produk dan social ekonomi kelautan dan perikanan. Jakarta.
Muctahdi, tien. Sugiono. 1992. Ilmu pengetahuan bahan pangan. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Nurjanah, et. Al. 2004. Kemunduran mutu ikan Nila Merah (Oreochromis sp) selama penyimpanan pada suhu ruang. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Rostini, Iis. 2007. Peranan bakteri Asam laktat (Lactobasillus plantanum) terhadap masa simpan fillet Nila Merah pada suhu rendah. Universitas Padjajaran. Bandung.
Rustidja.1996. pola warna dan genetic ikan Nila. Universitas Brawijaya
press.Malang.
Soeparno. 1994. Ilmu dan teknologi daging. Universitas Gajah Mada press. Yogyakarta.
Suradi. 1992. Ilmu pengetahuan bahan pangan. Kanisius. Yogyakarta.
Suseno. 2004. Pengaruh penambahan daging lumat ikan Nilem pada pembuatan sampling sebagai makanan camilan. Institute
Pertanian Bogor. Bogor.
- PENDAHLUAN
- Latar Belakang
Sebgai bahan pakan.ikan merupakan sumber protein,lemak,vitamin,dan mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama protein ikan dibandingkan produk lainnya terletak pada kelengkapan komposisi asam amonianya dan kemudahan untuk dicerna. Ikan yang mengandung asam lemak terutama asam lemak omega-3 yang sangat penting bagi kesehatan dan perkembangan bagi potensi kebesarannya (Astawan,2009)
Agar dapat memanfaatkan ikan dengan baik,perlu dilakukan karakteristik yang dimiliki. Misalnya struktur tubuh ikan,pebandingan ukuran tubuh dan sifat fisika dan kimia,proteinlemak,vitamin,dan senyawa lain yang dikandungnya (Adawyah,2007)
Ikan memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi, dengan kadar protein sebesar 18-30%. Ikan digemari oleh semua lapisan masyarakat,disbanding produk lainnya. Ikan memiliki efek yang baik bagi kesehatan, daging relative lunak,lebih cepat dan mudah diolah serta harganya murah (Afrianto,1993)
-
- Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakannya praktikum teknologidan Fisiologi Pasca Panen dengan materi TVB dan TMA ini adalah agar para praktikan mengetahui kadar TVB dan TMA pada ikan dengan perlakuan yang berbeda-beda.
Tujuan dilaksankan praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen dengan materi TVB dan TMA ini adalaah menentukan kadar TVB dan TMA dengan mudah cawan Conway dan dapat melakukan analisa TVB dan TMA pada ikan.
-
- Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen mengenai TVB dan TMA dilaksankan pada hari jumat ,tanggal 21 Mei 2010 pada pukul 15.00-23.30 WIB yang bertempat di Laboratorium Sentral Ilmu dan Hayati Universitas Brawijaya Malang.
2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi sampel
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh panjang dan pipih kesamping dan warna putih. Ikan nila berasal dari sungai nil dan sungai-sungai di sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar di wolayah – wilayah di 5 benua yang beriklim tropis dan sub tropis sedangkan di wilayah yang beriklim dingin ikan nila tidak dapat hidup dengan baik. Bibit ikan di datangkan secara resmi olehbalai penelitian perikanan air tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi barulah ikan ini disebar luaskan kepada petani seluruh indonesia.
KLASIFIKASI
Kelas : osteicthies
Sub kelas : aconthopterigi
Ordo : percomophi
Sub ordo : percoidea
Family : ciohildae Gambar 4.14 Ikan Nila
Genus : oreochromis
Species : orecrhomis niloticus ( Bapenas, 2010)
Adawyah (2008) menyebutkan berdasarkan hasil penelitian ternyata daging ikan memiliki komposisi kimia yaitu:
Komposisi kimia | presentase |
Protein
Lemak Karbohidrat Vitamin Mineral Air |
18,0 – 30,0 %
0,1 – 2,2 % 0,0 – 1,0 % 0,01 % 0,01% 60,0 – 84,0 % |
Tabel 4.1 komposisi ikan nila
Secara umum betuk tubuh ikan panjan g dan ramping, dengan sisik berkuran besar, matanya besar menonjol dan bagian tepinya berwarna putih, gurat sisi terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut tapi letaknya lebih kebawah daripada letak garis sirip perut dan sirip dubur mempunyai jari jari lemah tapi keras dan tajam seperti duri sirip punggung berwarna hitam dansirip dada juga hitam.
( Amri dan Khoiruman, 2008)
2.2 Macam Pengolahan Pasca Panen
Semenjak dahulu menurut Asman et al (1986) orang-orang telah melakukan berbagai usaha untuk mengawetkan ikan,karena ikan sangat cepat busuk. Dewasa ini usaha pengolahan dan pengawetan ikan dilakukan dengan 2 metode :
- Metode pengolahan tradisional,terdiri dari penggaraman,pengeringan ,pemindangan,pengasapan.
- Metode pengolahan modern terdiri dari pendinginan,peng es an,pembekuan,pengalengan.
Dalam industri pengolahan ikan, kesempurnaan penanganan ikan segar,memegang peranan penting. Karena hal ini menentukan hasil olahan ,sehingga perlu dipikirkan suatu teknologi yang dapat memperbaiki penanganan ikan pasca panen dan dapat menganekaragaman hasil olahan dan ikan. Alternative penanganan ikan cukup popular dan hingga kini masih dilakukan secara tradisional adalah menjadi pindang (Puspitasari,2009)
Menurut Terminologi FAO,ikan olahan tradisional atau “current fish” adalah produk yang diolah secara sederhan dan umumnya dilakukan pada skala industry rumah tangga. Jenis olahan tradisional ini adalah ikan kering,atau asin kering,ikan pindang,ikan asap serta produk perikanan fermentasi yaitu kecap,peda,terasi dan sejenisnya. Pengolahan modern seperti pengalengan atau pembekuan untk pasokan bahan baku yang bermutu tinggi. Jenis dan ukuran seragam serta tersedia dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri (Harauchi,2002)
2.3 TVB (Total Volatile Base) dan TMA (Tri Metil Amine)
TVB merupakan salah satu metode penentuan kesegaran ikan yang dilakukan secara kimia. Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa Volatil yang terbentuk karena penguraian asam-asam amino yang terdapat pada daging ikan. Penambahan nilai TVB pada bebebrapa spesies,ikan selama penyimpanan dengan es berhubungan dengan pembusukan oleh mikroba dengan substrat yang dihasilkan yaitu amine yang bersifat volatile dan ammonia. Pada akhir penyimpanan , nilai TVB paling tinggi terdapat pada perlakuan A2B/C (mati menggelepar,tanpa penyiangan) dan mengalami kemunduran mutu ikan paling cepat dibandingkan perlakuan lainnya. (Munandar,2009)
TVB merupakan komponen menguap yang terdiri dari senyawa-senyawa amin yang diproduksi oleh reaksi oksidasi,aktifitas enzyme dan aktifitas mikroba. Komponen uap bernitrogen ini pada ikan akan menimbulkan bau amis (Fishy Flavour) (Djamarti,et all.2009)
Kandungan TMA pada ikan dapat juga berasal dari penggabungan asam laktat dengan TMAO(Hadiwiyati,1993). Pada kesempatan penguraian makromolekul seperti peptide,dipeptida,asam amino bebas,TMAO, dan senyawa nitrogen lainnya, yang hasilnya tampak selama monitoring volatile pada sampel ikan (Laughran dan Diamond,2000)
2.4 Hubungan TVB,TMA dan Mutu Ikan
Pemeriksaan untuk menentukan seberapa jauh tingkat pembusukan sudah berlangsung,dilakukan dengan mengukur kadar tri metil amine (TMA) Total basa yang mudah menguap (Total Volatile Base,TVB) jumlah hitung bakteri9Total Plate Count,TPC) dan kadar garam totia zolium. Metode ini telah menjadi kuno dan kurang penting karena tuntutan konsumen. Dewasa ini telag bergeser ke ikan-ikan yang lebih segar. (Murniyati,2000)
Dengan menentukan kadar dimetil amin,trimetil amin,atau aminonya. Penguraian protein pada umunya akan membentuk senyawa-senyawa tersebut diatas. Oleh karena itu, apabila kesegaran ikan menurun maka kandungan yang mudah menguap akan mengikat. Perlu diingat bahwa pola penguraian protein pada ikan darat sedikit berbeda dengan penguraian protein pada ikan laut. Pada ikan darat akan dihasilkan ammonia,sedangkan pada ikan laut akan dihasilkan pada dimetil amine dan tri metil amine. Dengan demikian pemeriksaan dimetil amine atau trimetil amin pada ikan darat tidak sesuai digunakan sebagai cara penentuan kesegarannya. Jika kerusakan ikan masih pada tahap permulaan sehingga kesegarannya masih cukup baik,lebih baik di lakukan pemeriksaan dimetil amin,sedangkan pemeriksaan tri metil amin digunakan pada ikan yang kesegarannya sudah mundur sekali. (Hadiwiyah,2003)
Menurut Junianto (2003),selama penyimpanan pada suhu rendah ,bakteri Pseudomanas,Atoromonas,Miraxella,dan Acebactor meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organisme lainnya. Pada tahap pembusukan,bakteri ini mencapai 80% dari total flora pada ikan. Perbedaan jenis dan jumlah bakteri yang dipengaruhi oleh musim dan letak geografis cara penangkapan dan penangan ikan. Senyawa yang dihasilkan dalam komposisi bacterial yang dapat digunakan sebagai penunjuk untuk tingkat kesegaran ikan diantaranya adalah H2S,hipoksantin,histamine,volatile rediang substance(VRS) Total Volatile Base(TVB) dan Trimetil Amin(TMA)
3.METODOLOGI
3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca panen materi tentang analisa TVB dan TMA antara lain :
- Cawan Conway : sebagai wadah sampel.
- Bola hisap : sebagai membantu mengambil bahan atau suatu larutan dengan menggunakan pipet volume.
- Erlenmeyer : sebagai wadah filtrate.
- Beaker glass 100 ml : sebagai wadah (tempat) menghomogenkan sampel ikan dan TCA 7%.
- Nampan : sebagai tempat ikan Nila,peralatan dan bahan lainnya.
- Spatula : untuk menghomogenkan sampel ikan nila dan larutan TCA 7%
- Pisau : untuk mengambil sempel ikan Nila.
- Mortar : untuk menghaluskan sampel daging ikan Nila.
- Pipet Volume : untuk mengambil bahan atau suatu larutan dengan volume tertentu.
- Corong : untuk membantu memasukan larutan saat penyimpanan.
- Mikroburet : untuk ttrasi.
- Statif : sebagai penyangga mikroburet.
- Inkubator : untuk menginkubasi alat.
- Stop watch : untuk menghitung waktu pada saat inkubasi.
- Alu : mematikan ikan
3.2 Bahan,fungsi dan cara buat.
Bahan-bahan yang digunkan dalam praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen melalui tentang analisa TVB dan TMA,antara lain :
- Sampel ikan :sebagai sampel yang diuji
- Alkohol : sebagai pembersih cawan Conway yang akan diuji.
- Vaseline : untuk melekatkan cawan Conway yang akan digunakan dalam pengujian.
- Kertas saring : untuk menyaring larutan.
- Kertas : sebagai alas ikan saat penimbangan.
- Kertas label : member tanda perlakuan pada TVB dan TMA.
- Air :untuk mencuci ikan dan peralatan yang telah digunakan
- TCA 7% : larutan yang digunakan untuk mengikat basa volatile.
- K2CO3 : larutan yang membebaskan H3BO3 yang diikat oleh K2CO3.
- H2BO3 : larutan yang digunakan untuk mengikat basa volatile yang dibebaskan oleh K2CO3.
- Formalin : untuk mengikat basa volatile selain TMA
- Indikator tashiro : untuk indikator perubahan warna saat titrasi dengan HCl 0,01 N dan warana berubah menjadi merah muda.
- HCl 0,001 N : untuk menangkap basa volatil pada larutan.
Proses Pembuatan H3BO3 secara umum
Menurut Hapsari(2008),proses asidifikasi boral adalah suatu proses dimana terjadi reaksi kimia antara borat dan asam sulfat yang menghasilkan produk asam borat(H3BO3). Pengertian dari asidifikasi itu sendiri adalah penambahan asam sulfat pada temperature 800C dan tekanan 1 atm menghasilkan produk yang berupa asam berat. Reaksi yang terjadi :
Na2B4O7.10H2O + H2SO4 4 H3BO3 + Na2 SO4 + 5H2O
Pindah keluar reactor akan diperlihatkan konsentrasinya dengan menggunakan evaporeter trippler effect. Produk keluar evaporeter dikristalkan dan dipisahkan kristalnya.
3
Cawan conway
3 gr sampel dihaluskan dengan mortar
.3 Skem Kerja
Dibersihkan dengan alkohol
Diinkubasi selama 30 menit
Diolesi vaselin bagian tepi
Diletakkan miring dan ditutup separo
Ditambahkan 9 ml TCA 7 %
Disaring dengan kertas saring
filtrat
Blanko TVB TMA
H3BO3 H3BO3
K2CO3 1ml TCA 1ml K2CO3 1ml filtral 1 ml K2C O3 filtrat 1 ml formalin 0,5 ml
Cawan ditutup dan digoyangkan
Diinkubasi dg suhu 370C selama 2jam atau pada suhu kamar mandi sehari semalem
Ditetesi indikator tashiro sebanyak 3 tetes bagian auter kanan
Dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai berwarna merah muda
Hasil
Gambar 4.15 skema kerja TVB dan TMA
- HASIL DAN PEMBAHASAN
-
-
Data TVB
-
Dari data pengamatan yang telah dilakukan untuk mencari kadar TVB pada setiap kelompok didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 4.9 TVB
kelompok |
Perlakuan sampel |
Barat sampel (gr) |
Titrasi HCL 0.1 N (ml) |
TVB MgN/100gram |
1. |
Ikan dibiarkan |
3 |
0.40 |
0.32 |
2. |
Ikan dipukul benda keras |
3 |
0.18 |
0.144 |
3. |
Ikan ditusuk medulla oblolgata |
3 |
0.34 |
0.272 |
4. |
Ikan dipatahkan tlg. belakang |
3 |
0.5 |
0.4 |
5. |
Ikan dibiarkan |
3 |
0.03 |
0.024 |
6. |
Ikan dipukul benda keras |
3 |
0.36 |
0.288 |
7. |
Ikan ditusuk medulla oblolgata |
3 |
0.2 |
0.16 |
8. |
Ikan dipatahkan tlg. belakang |
3 |
0.22 |
0.176 |
Table 4.2 Data TVB
-
-
Data TMA
-
Dari data pengamatan yang telah dilakukan untuk mencari kadar TMA
kelompok |
Perlakuan sampel |
Barat sampel (gr) |
Titrasi HCL 0.1 N (ml) |
TVB MgN/100gram |
1. |
Ikan dibiarkan |
3 |
0.26 |
0.208 |
2. |
Ikan dipukul benda keras |
3 |
0.2 |
0.16 |
3. |
Ikan ditusuk medulla oblolgata |
3 |
0.08 |
0.064 |
4. |
Ikan dipatahkan tlg. belakang |
3 |
0.2 |
0.16 |
5. |
Ikan dibiarkan |
3 |
0.04 |
0.032 |
6. |
Ikan dipukul benda keras |
3 |
0.08 |
0.064 |
7. |
Ikan ditusuk medulla oblolgata |
3 |
0.3 |
0.24 |
8. |
Ikan dipatahkan tlg. belakang |
3 |
0.4 |
0.032 |
Tabel 4.1 Data TMA
Perhitungan Kadar TVB/TMA
1.1 Perhitungan TMA
- Kelompok 1
- Kelompok 2
- Kelompok 3
- Kelompok 4
- Kelompok 5
- Kelompok 6
- Kelompok 7
- Kelompok 8
1.2 Perhitungan TVB
- Kelompok 1
- Kelompok 2
- Kelompok 3
- Kelompok 4
- Kelompok 5
- Kelompok 6
- Kelompok 7
- Kelompok 8
Gambar.16 Grafik TVB
Gambar 17.Grafik TMA
4.2 Pembahasan Prosedur
Langkah pertama yang dilakukan sebelim memulai pearktikum TVB/TMA adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain cawan conway, inkubator, mortal, timabangan analitik, erlenmeyer, corong, pipet volume, pipet tetes, mikroburet, kertas, kertas saring, nampan, gelas beaker, pisau dan spatula. . sedangkan bahan yang digunakan yaitu ikan nila, H3BO3, K2CO3, TCA, formalin, vaselin, HCl 0,01 N, indikator tashiro.
Selanjutnya cawan conway dibersihkan dengan alkohol, agar cawan conway benar- benar bersih dan steril. Kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC agar, alkohol yang digunakan untuk mambersihkan cawan conway tersebut menguap karena pemanasan. Setelah 30 menit dikeluarkan dari inkobator kemudian diolesi dengan vaselin pada tepi tutup dan tepi cawan conway, hal ini dilakukan agar cawan conaway dan tutupnya dapat melekat serta mudah digeser antara tutup dan cawan conwaynya.
Kemudian ditimbang 3 gram smpel ikan nila yang dihaluskan dengan mortal, tujuan dihaluskan dengan mortal untuk meperluas permukaan dan memudahkan saat dihomogenkan dengan TCA. Selanjutnya ditambahkan dengan TCA 7% sebanyak 9 ml dan dihomogenkan dengan spatula dalam gelas beaker kemudian disaring dengan kertas saring yang diletakkan dalam corong, hasil saringan yang berupa filtrat tersebut dimasukkan dalam tabung erlenmeyer.
Cawan conway disiapkan sebanyak 2 buah, cawan pertama untuk uji TVB, pada bulatan tengah dimasukkan H3BO3 sebanyak 3 ml, H3BO3 berfungsi untuk manangkap basa- basa volatil yang dibabaskan oleh K2CO3, sedangkan bagian luar (outer) kanan dimasukkan filtrat sebanyak 1 ml untuk outer sebelah kiri dimasukkan K2CO3 1 ml, fungsi K2CO3 yaitu untuk mengikat basa- basa volatil dari jaringan sampel dan mengikatnya kembali. Saat memasukkan larutan tersebut cawan diletakkan miring dan ditutup separuh, untuk menghindari tercampurnya bagian iner dan outernya. Pada cawan kedua untuk uji TMA pada bulatan tengah dimasukkan H3BO3 sebanyak 3 ml, H3BO3 berfungsi untuk manangkap basa- basa volatil yang dibabaskan oleh K2CO3, sedangkan bagian luar (outer) kanan dimasukkan filtrat sebanyak 1 ml dan formalin sebanyak 0,5 ml, fungsi dari formalin sendiri adalah mengikat zat yang mudah menguap selain TMA, untuk outer sebelah kiri dimasukkan K2CO3 1 ml, fungsi K2CO3 yaitu untuk mengikat basa- basa volatil dari jaringan sampel dan mengikatnya kembali. Saat memasukkan larutan tersebut cawan diletakkan miring dan ditutup separuh, untuk menghindari tercampurnya bagian iner dan outernya.
Kemudian cawan conway tersebut digoyang mengikuti angka delapan secara perlahan, hingga semua bahan tercampur rata, hali ini dilakukan agar larutan yang ada pada bagian iner dan outernya tidak tercampur. Selanjutnya diinkubasi dengan suhu 370C dalam inkubator selama 2 jam atau pada suhu kamar selama sehari semalam. Setelah diinkubasi dikeluarkan dari inkubator, kemudian ditetesi cairan tashiro sebanyak 3 tetes dengan pipet tetes, lalu dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai larutan tersebut berubah menjadi merah muda. Titrasi tersebut dibantu dengan mikroburet dan statif. Dihitung dan dicatat hasilnya.
4.3 Pembahasan Hasil
Dari praktikum TVB dan TMA yang telah dilakukan doproleh hasil sebagai berikut,untuk hasil dari TMA kelomok 1 diperoeh hasil ttras sampel sebesar 0,26 ml dan nilai atau kadar TMA sebesar 0,208 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,4 ml dan kadar TVB sebesar 0,32 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 2 pada hasil TMA diperoeh titasi sampel sebesar 0,2 dan kaar TMA sebesar 0,16 m/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,18 ml dan kadar TVB sebesar 0,144 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 3 pada hasil TMA diperoleh titrasi sampel sebesar 0,08 dan kadar TMA sebesar 0,064 mg/100 gram sampel. Sedangkan TVB diperoleh titrasi sampel sebesar 0,34 dan kadar TVB 0,272 mg/100 gram sampel. Untuk kelompo 4 pada hasil TMA diperoleh hasi titrasi sampel sebesar 0,2 dipean kadar TMA sebesar 0,16 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebsar 0,5 dan kadar TVB diperoleh 0,4 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 5 pada hasil TMA diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,04 ml dan kadar TMA sebesar 0,032 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,03 ml dan kadar TVB sebesar 0,024 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 6 pada hasil TMA diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,08 dan kadar TMA sebesar 0,064 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB hasil titrasi sampel sebesar 0,36 dan kadar TVB sebesar 0,288 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 7 pada hasil TMA diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,08 dan kadar TMA diperoleh 0,24 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB hasil titrasi sampel sebesar 0,2 ml dan kadar TVB sebesar 0,16 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 8 pada hasil TMA diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,04 ml dan kadar TMA sebesar 0,032 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,22 ml dan kadar TVB sebesar 0,176 mg/100 gram sampel.
Dari hasil praktikum tersebut diperoleh nilai TVB dan TMA yang paling rendah adalah yang paling baik bagi mutu ikan,karena semakin tinggi kadar TVB dan TMA semakin jelek mutu ikan tersebut. Kadar TMA terendah pada kelompok 8 dan 5 yaitu sebesar 0,032 mg/100 gram sampel. Dan kadar TVB terendah pada kelompok 5 yaitu 0,024 mg/gram sampel.
Terbentuknya trimethylamine sering digunakan atau dihubungkan dengan busuknya ikan. Oleh karena itu terbentuknya trimethylamine ini digunakan sebagai kriteria pembusukan. Ikan-ikan air tawar tidak mengandung trimethylamine oxide pada ikan yang bertulang lunak mengandung urea,ini akan tejadi ammonium oleh adanya kerja enzim.
NH2
C = O NH3 + CO
NH2 urease
Urea amonia
Hasil penguraian trimethylamine oxide dan urea ini sering dimasukkan dalam basa-basa menguap (total volatile base) dimana juga digunakan sebagai petujuk pembusukkan (Murachman,2006).
5. PENUTUP
5.1 keimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum Teknologi Fisiologi Pasca Panen pada materi pH antara lain sebagai berikut :
- Kadar TVB, TMA, dan amoniak bebas adalah salah satu parameter untuk menentukan kemunduran mutu ikan
- Pemeriksaan untuk seberapa jauh tingkat pembusukan sudah berlangsung dilakukan dengan pengukuran kadar trymetil amin ( TMA), total basa yang mudah menguap ( total volatile bases, TVB ), jumlah hitung bakteri ( total plate count, TPC ).
- Penilaian kesegaran ikan berdasarkan metode kimia antara lain dilakukan dengan pengukuran secara kuantitatif senyawa – senyawa hasil penguraian baik adanya proses autolysis maupun mikroorganisme.
- Menurut murachman (2006), komposisi utama ikan adalah : Air 66,0 – 81,0 %, Protein 15,0 – 24,0 %, Lemak 0,1 – 22,0 %, Mineral 0,8 – 7,0 %.
- Secara umum proses pengolahan dan pengawetan ikan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain dengan menggunakan suhu rendah, suhu tinggi, zat pengawet, ruang hampa udara dan pengurangan kadar air.
- Dari hasil praktikum tersebut diperoleh nilai TVB dan TMA yang paling rendah adalah yang paling baik bagi mutu ikan,karena semakin tinggi kadar TVB dan TMA semakin jelek mutu ikan tersebut. Kadar TMA terendah pada kelompok 8 dan 5 yaitu sebesar 0,032 mg/100 gram sampel. Dan kadar TVB terendah pada kelompok 5 yaitu 0,024 mg/gram sampel.
5.2 Saran
Diharapkan bagi seluruh praktikan dalam melakukan praktikum harus hati – hati dan sungguh – sungguh, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan dan data yang diperoleh bias benar dan akurat
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Jenie, Betty Sri Laksmi, et.al. Peningakatan Keamanan dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung (Rasliger sp) dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat , Bakteri Asam Laktat dan Pengemasan Vakum. Institute Pertanian Bogor.
Moeljanto. 1982. Penanganan Ikan Segar. Swadaya. Jakarta.
Muchtadi, T. Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas Gizi dan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Munandar. Aris. Et, al. 2009. Kemunduran Mutu Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Penyimpanan Suhu Rendah dengan Perlakuan Cara Kematian dan Penyiangan. Institute Pertanian Bogor.
Murachman. 2006. Fish Handling. Universitas Brawijaya. Malang.
Murdjiharto. Tj. 2005. Biokimia Nutrisi Protein Ikan. Universitas Brawijaya. Malang.
Murniati, A. S. Sunarman. 2000. Pendingan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Nanlohy. A. m. tapotubun. Dan J. M Louhenapessy. 2008. Efek Waktu Pemanasan Terhadap Mutu Presto Beberpa Jenis Ikan. Universitas Patimura. Ambon.
Nurimala, Mala. Et, al. kemunduran Mutu Ikan Lele Dumbo (Clarias garipinus) Pada Penyimpanan Suhu Ruang. Institute Pertanian Bogor.
Nurjanah. Et. Al. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Robert. Mc Graw Hill. 2003. Dictionary of Chemistry. Mc Graw Hill. New York.
Rostini, Iis. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantalium) Trhadap Masa Simpan Fillet Nila Merah pada Suhu Rendah. Universitas Padjajaran. Bandung.
Rustidja. 1996. Pola Warna dan Genetik Ikan Nila. Universitas Brawijaya.
Sasmito, Bambang Budi. 2005. Dasar- dasar Pengawtean Bahan Pangan. Universitas Brawijaya. Malang.
- PENDAHLUAN
- Latar Belakang
Sebgai bahan pakan.ikan merupakan sumber protein,lemak,vitamin,dan mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama protein ikan dibandingkan produk lainnya terletak pada kelengkapan komposisi asam amonianya dan kemudahan untuk dicerna. Ikan yang mengandung asam lemak terutama asam lemak omega-3 yang sangat penting bagi kesehatan dan perkembangan bagi potensi kebesarannya (Astawan,2009)
Agar dapat memanfaatkan ikan dengan baik,perlu dilakukan karakteristik yang dimiliki. Misalnya struktur tubuh ikan,pebandingan ukuran tubuh dan sifat fisika dan kimia,proteinlemak,vitamin,dan senyawa lain yang dikandungnya (Adawyah,2007)
Ikan memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi, dengan kadar protein sebesar 18-30%. Ikan digemari oleh semua lapisan masyarakat,disbanding produk lainnya. Ikan memiliki efek yang baik bagi kesehatan, daging relative lunak,lebih cepat dan mudah diolah serta harganya murah (Afrianto,1993)
-
- Maksud dan Tujuan
Maksud dilaksanakannya praktikum teknologidan Fisiologi Pasca Panen dengan materi TVB dan TMA ini adalah agar para praktikan mengetahui kadar TVB dan TMA pada ikan dengan perlakuan yang berbeda-beda.
Tujuan dilaksankan praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen dengan materi TVB dan TMA ini adalaah menentukan kadar TVB dan TMA dengan mudah cawan Conway dan dapat melakukan analisa TVB dan TMA pada ikan.
-
- Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen mengenai TVB dan TMA dilaksankan pada hari jumat ,tanggal 21 Mei 2010 pada pukul 15.00-23.30 WIB yang bertempat di Laboratorium Sentral Ilmu dan Hayati Universitas Brawijaya Malang.
2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi sampel
Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh panjang dan pipih kesamping dan warna putih. Ikan nila berasal dari sungai nil dan sungai-sungai di sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar di wolayah – wilayah di 5 benua yang beriklim tropis dan sub tropis sedangkan di wilayah yang beriklim dingin ikan nila tidak dapat hidup dengan baik. Bibit ikan di datangkan secara resmi olehbalai penelitian perikanan air tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi barulah ikan ini disebar luaskan kepada petani seluruh indonesia.
KLASIFIKASI
Kelas : osteicthies
Sub kelas : aconthopterigi
Ordo : percomophi
Sub ordo : percoidea
Family : ciohildae Gambar 4.14 Ikan Nila
Genus : oreochromis
Species : orecrhomis niloticus ( Bapenas, 2010)
Adawyah (2008) menyebutkan berdasarkan hasil penelitian ternyata daging ikan memiliki komposisi kimia yaitu:
Komposisi kimia | presentase |
Protein
Lemak Karbohidrat Vitamin Mineral Air |
18,0 – 30,0 %
0,1 – 2,2 % 0,0 – 1,0 % 0,01 % 0,01% 60,0 – 84,0 % |
Tabel 4.1 komposisi ikan nila
Secara umum betuk tubuh ikan panjan g dan ramping, dengan sisik berkuran besar, matanya besar menonjol dan bagian tepinya berwarna putih, gurat sisi terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut tapi letaknya lebih kebawah daripada letak garis sirip perut dan sirip dubur mempunyai jari jari lemah tapi keras dan tajam seperti duri sirip punggung berwarna hitam dansirip dada juga hitam.
( Amri dan Khoiruman, 2008)
2.2 Macam Pengolahan Pasca Panen
Semenjak dahulu menurut Asman et al (1986) orang-orang telah melakukan berbagai usaha untuk mengawetkan ikan,karena ikan sangat cepat busuk. Dewasa ini usaha pengolahan dan pengawetan ikan dilakukan dengan 2 metode :
- Metode pengolahan tradisional,terdiri dari penggaraman,pengeringan ,pemindangan,pengasapan.
- Metode pengolahan modern terdiri dari pendinginan,peng es an,pembekuan,pengalengan.
Dalam industri pengolahan ikan, kesempurnaan penanganan ikan segar,memegang peranan penting. Karena hal ini menentukan hasil olahan ,sehingga perlu dipikirkan suatu teknologi yang dapat memperbaiki penanganan ikan pasca panen dan dapat menganekaragaman hasil olahan dan ikan. Alternative penanganan ikan cukup popular dan hingga kini masih dilakukan secara tradisional adalah menjadi pindang (Puspitasari,2009)
Menurut Terminologi FAO,ikan olahan tradisional atau “current fish” adalah produk yang diolah secara sederhan dan umumnya dilakukan pada skala industry rumah tangga. Jenis olahan tradisional ini adalah ikan kering,atau asin kering,ikan pindang,ikan asap serta produk perikanan fermentasi yaitu kecap,peda,terasi dan sejenisnya. Pengolahan modern seperti pengalengan atau pembekuan untk pasokan bahan baku yang bermutu tinggi. Jenis dan ukuran seragam serta tersedia dalam jumlah yang cukup banyak sesuai dengan kapasitas industri (Harauchi,2002)
2.3 TVB (Total Volatile Base) dan TMA (Tri Metil Amine)
TVB merupakan salah satu metode penentuan kesegaran ikan yang dilakukan secara kimia. Prinsip penetapan TVB adalah menguapkan senyawa-senyawa Volatil yang terbentuk karena penguraian asam-asam amino yang terdapat pada daging ikan. Penambahan nilai TVB pada bebebrapa spesies,ikan selama penyimpanan dengan es berhubungan dengan pembusukan oleh mikroba dengan substrat yang dihasilkan yaitu amine yang bersifat volatile dan ammonia. Pada akhir penyimpanan , nilai TVB paling tinggi terdapat pada perlakuan A2B/C (mati menggelepar,tanpa penyiangan) dan mengalami kemunduran mutu ikan paling cepat dibandingkan perlakuan lainnya. (Munandar,2009)
TVB merupakan komponen menguap yang terdiri dari senyawa-senyawa amin yang diproduksi oleh reaksi oksidasi,aktifitas enzyme dan aktifitas mikroba. Komponen uap bernitrogen ini pada ikan akan menimbulkan bau amis (Fishy Flavour) (Djamarti,et all.2009)
Kandungan TMA pada ikan dapat juga berasal dari penggabungan asam laktat dengan TMAO(Hadiwiyati,1993). Pada kesempatan penguraian makromolekul seperti peptide,dipeptida,asam amino bebas,TMAO, dan senyawa nitrogen lainnya, yang hasilnya tampak selama monitoring volatile pada sampel ikan (Laughran dan Diamond,2000)
2.4 Hubungan TVB,TMA dan Mutu Ikan
Pemeriksaan untuk menentukan seberapa jauh tingkat pembusukan sudah berlangsung,dilakukan dengan mengukur kadar tri metil amine (TMA) Total basa yang mudah menguap (Total Volatile Base,TVB) jumlah hitung bakteri9Total Plate Count,TPC) dan kadar garam totia zolium. Metode ini telah menjadi kuno dan kurang penting karena tuntutan konsumen. Dewasa ini telag bergeser ke ikan-ikan yang lebih segar. (Murniyati,2000)
Dengan menentukan kadar dimetil amin,trimetil amin,atau aminonya. Penguraian protein pada umunya akan membentuk senyawa-senyawa tersebut diatas. Oleh karena itu, apabila kesegaran ikan menurun maka kandungan yang mudah menguap akan mengikat. Perlu diingat bahwa pola penguraian protein pada ikan darat sedikit berbeda dengan penguraian protein pada ikan laut. Pada ikan darat akan dihasilkan ammonia,sedangkan pada ikan laut akan dihasilkan pada dimetil amine dan tri metil amine. Dengan demikian pemeriksaan dimetil amine atau trimetil amin pada ikan darat tidak sesuai digunakan sebagai cara penentuan kesegarannya. Jika kerusakan ikan masih pada tahap permulaan sehingga kesegarannya masih cukup baik,lebih baik di lakukan pemeriksaan dimetil amin,sedangkan pemeriksaan tri metil amin digunakan pada ikan yang kesegarannya sudah mundur sekali. (Hadiwiyah,2003)
Menurut Junianto (2003),selama penyimpanan pada suhu rendah ,bakteri Pseudomanas,Atoromonas,Miraxella,dan Acebactor meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organisme lainnya. Pada tahap pembusukan,bakteri ini mencapai 80% dari total flora pada ikan. Perbedaan jenis dan jumlah bakteri yang dipengaruhi oleh musim dan letak geografis cara penangkapan dan penangan ikan. Senyawa yang dihasilkan dalam komposisi bacterial yang dapat digunakan sebagai penunjuk untuk tingkat kesegaran ikan diantaranya adalah H2S,hipoksantin,histamine,volatile rediang substance(VRS) Total Volatile Base(TVB) dan Trimetil Amin(TMA)
3.METODOLOGI
3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca panen materi tentang analisa TVB dan TMA antara lain :
- Cawan Conway : sebagai wadah sampel.
- Bola hisap : sebagai membantu mengambil bahan atau suatu larutan dengan menggunakan pipet volume.
- Erlenmeyer : sebagai wadah filtrate.
- Beaker glass 100 ml : sebagai wadah (tempat) menghomogenkan sampel ikan dan TCA 7%.
- Nampan : sebagai tempat ikan Nila,peralatan dan bahan lainnya.
- Spatula : untuk menghomogenkan sampel ikan nila dan larutan TCA 7%
- Pisau : untuk mengambil sempel ikan Nila.
- Mortar : untuk menghaluskan sampel daging ikan Nila.
- Pipet Volume : untuk mengambil bahan atau suatu larutan dengan volume tertentu.
- Corong : untuk membantu memasukan larutan saat penyimpanan.
- Mikroburet : untuk ttrasi.
- Statif : sebagai penyangga mikroburet.
- Inkubator : untuk menginkubasi alat.
- Stop watch : untuk menghitung waktu pada saat inkubasi.
- Alu : mematikan ikan
3.2 Bahan,fungsi dan cara buat.
Bahan-bahan yang digunkan dalam praktikum Teknologi dan Fisiologi Pasca Panen melalui tentang analisa TVB dan TMA,antara lain :
- Sampel ikan :sebagai sampel yang diuji
- Alkohol : sebagai pembersih cawan Conway yang akan diuji.
- Vaseline : untuk melekatkan cawan Conway yang akan digunakan dalam pengujian.
- Kertas saring : untuk menyaring larutan.
- Kertas : sebagai alas ikan saat penimbangan.
- Kertas label : member tanda perlakuan pada TVB dan TMA.
- Air :untuk mencuci ikan dan peralatan yang telah digunakan
- TCA 7% : larutan yang digunakan untuk mengikat basa volatile.
- K2CO3 : larutan yang membebaskan H3BO3 yang diikat oleh K2CO3.
- H2BO3 : larutan yang digunakan untuk mengikat basa volatile yang dibebaskan oleh K2CO3.
- Formalin : untuk mengikat basa volatile selain TMA
- Indikator tashiro : untuk indikator perubahan warna saat titrasi dengan HCl 0,01 N dan warana berubah menjadi merah muda.
- HCl 0,001 N : untuk menangkap basa volatil pada larutan.
Proses Pembuatan H3BO3 secara umum
Menurut Hapsari(2008),proses asidifikasi boral adalah suatu proses dimana terjadi reaksi kimia antara borat dan asam sulfat yang menghasilkan produk asam borat(H3BO3). Pengertian dari asidifikasi itu sendiri adalah penambahan asam sulfat pada temperature 800C dan tekanan 1 atm menghasilkan produk yang berupa asam berat. Reaksi yang terjadi :
Na2B4O7.10H2O + H2SO4 4 H3BO3 + Na2 SO4 + 5H2O
Pindah keluar reactor akan diperlihatkan konsentrasinya dengan menggunakan evaporeter trippler effect. Produk keluar evaporeter dikristalkan dan dipisahkan kristalnya.
3
Cawan conway
3 gr sampel dihaluskan dengan mortar
.3 Skem Kerja
Dibersihkan dengan alkohol
Diinkubasi selama 30 menit
Diolesi vaselin bagian tepi
Diletakkan miring dan ditutup separo
Ditambahkan 9 ml TCA 7 %
Disaring dengan kertas saring
filtrat
Blanko TVB TMA
H3BO3 H3BO3
K2CO3 1ml TCA 1ml K2CO3 1ml filtral 1 ml K2C O3 filtrat 1 ml formalin 0,5 ml
Cawan ditutup dan digoyangkan
Diinkubasi dg suhu 370C selama 2jam atau pada suhu kamar mandi sehari semalem
Ditetesi indikator tashiro sebanyak 3 tetes bagian auter kanan
Dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai berwarna merah muda
Hasil
Gambar 4.15 skema kerja TVB dan TMA
- HASIL DAN PEMBAHASAN
-
-
Data TVB
-
Dari data pengamatan yang telah dilakukan untuk mencari kadar TVB pada setiap kelompok didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 4.9 TVB
kelompok |
Perlakuan sampel |
Barat sampel (gr) |
Titrasi HCL 0.1 N (ml) |
TVB MgN/100gram |
1. |
Ikan dibiarkan |
3 |
0.40 |
0.32 |
2. |
Ikan dipukul benda keras |
3 |
0.18 |
0.144 |
3. |
Ikan ditusuk medulla oblolgata |
3 |
0.34 |
0.272 |
4. |
Ikan dipatahkan tlg. belakang |
3 |
0.5 |
0.4 |
5. |
Ikan dibiarkan |
3 |
0.03 |
0.024 |
6. |
Ikan dipukul benda keras |
3 |
0.36 |
0.288 |
7. |
Ikan ditusuk medulla oblolgata |
3 |
0.2 |
0.16 |
8. |
Ikan dipatahkan tlg. belakang |
3 |
0.22 |
0.176 |
Table 4.2 Data TVB
-
-
Data TMA
-
Dari data pengamatan yang telah dilakukan untuk mencari kadar TMA
kelompok |
Perlakuan sampel |
Barat sampel (gr) |
Titrasi HCL 0.1 N (ml) |
TVB MgN/100gram |
1. |
Ikan dibiarkan |
3 |
0.26 |
0.208 |
2. |
Ikan dipukul benda keras |
3 |
0.2 |
0.16 |
3. |
Ikan ditusuk medulla oblolgata |
3 |
0.08 |
0.064 |
4. |
Ikan dipatahkan tlg. belakang |
3 |
0.2 |
0.16 |
5. |
Ikan dibiarkan |
3 |
0.04 |
0.032 |
6. |
Ikan dipukul benda keras |
3 |
0.08 |
0.064 |
7. |
Ikan ditusuk medulla oblolgata |
3 |
0.3 |
0.24 |
8. |
Ikan dipatahkan tlg. belakang |
3 |
0.4 |
0.032 |
Tabel 4.1 Data TMA
4.2 Pembahasan Prosedur
Langkah pertama yang dilakukan sebelim memulai pearktikum TVB/TMA adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain cawan conway, inkubator, mortal, timabangan analitik, erlenmeyer, corong, pipet volume, pipet tetes, mikroburet, kertas, kertas saring, nampan, gelas beaker, pisau dan spatula. . sedangkan bahan yang digunakan yaitu ikan nila, H3BO3, K2CO3, TCA, formalin, vaselin, HCl 0,01 N, indikator tashiro.
Selanjutnya cawan conway dibersihkan dengan alkohol, agar cawan conway benar- benar bersih dan steril. Kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC agar, alkohol yang digunakan untuk mambersihkan cawan conway tersebut menguap karena pemanasan. Setelah 30 menit dikeluarkan dari inkobator kemudian diolesi dengan vaselin pada tepi tutup dan tepi cawan conway, hal ini dilakukan agar cawan conaway dan tutupnya dapat melekat serta mudah digeser antara tutup dan cawan conwaynya.
Kemudian ditimbang 3 gram smpel ikan nila yang dihaluskan dengan mortal, tujuan dihaluskan dengan mortal untuk meperluas permukaan dan memudahkan saat dihomogenkan dengan TCA. Selanjutnya ditambahkan dengan TCA 7% sebanyak 9 ml dan dihomogenkan dengan spatula dalam gelas beaker kemudian disaring dengan kertas saring yang diletakkan dalam corong, hasil saringan yang berupa filtrat tersebut dimasukkan dalam tabung erlenmeyer.
Cawan conway disiapkan sebanyak 2 buah, cawan pertama untuk uji TVB, pada bulatan tengah dimasukkan H3BO3 sebanyak 3 ml, H3BO3 berfungsi untuk manangkap basa- basa volatil yang dibabaskan oleh K2CO3, sedangkan bagian luar (outer) kanan dimasukkan filtrat sebanyak 1 ml untuk outer sebelah kiri dimasukkan K2CO3 1 ml, fungsi K2CO3 yaitu untuk mengikat basa- basa volatil dari jaringan sampel dan mengikatnya kembali. Saat memasukkan larutan tersebut cawan diletakkan miring dan ditutup separuh, untuk menghindari tercampurnya bagian iner dan outernya. Pada cawan kedua untuk uji TMA pada bulatan tengah dimasukkan H3BO3 sebanyak 3 ml, H3BO3 berfungsi untuk manangkap basa- basa volatil yang dibabaskan oleh K2CO3, sedangkan bagian luar (outer) kanan dimasukkan filtrat sebanyak 1 ml dan formalin sebanyak 0,5 ml, fungsi dari formalin sendiri adalah mengikat zat yang mudah menguap selain TMA, untuk outer sebelah kiri dimasukkan K2CO3 1 ml, fungsi K2CO3 yaitu untuk mengikat basa- basa volatil dari jaringan sampel dan mengikatnya kembali. Saat memasukkan larutan tersebut cawan diletakkan miring dan ditutup separuh, untuk menghindari tercampurnya bagian iner dan outernya.
Kemudian cawan conway tersebut digoyang mengikuti angka delapan secara perlahan, hingga semua bahan tercampur rata, hali ini dilakukan agar larutan yang ada pada bagian iner dan outernya tidak tercampur. Selanjutnya diinkubasi dengan suhu 370C dalam inkubator selama 2 jam atau pada suhu kamar selama sehari semalam. Setelah diinkubasi dikeluarkan dari inkubator, kemudian ditetesi cairan tashiro sebanyak 3 tetes dengan pipet tetes, lalu dititrasi dengan HCl 0,01 N sampai larutan tersebut berubah menjadi merah muda. Titrasi tersebut dibantu dengan mikroburet dan statif. Dihitung dan dicatat hasilnya.
4.3 Pembahasan Hasil
Dari praktikum TVB dan TMA yang telah dilakukan doproleh hasil sebagai berikut,untuk hasil dari TMA kelomok 1 diperoeh hasil ttras sampel sebesar 0,26 ml dan nilai atau kadar TMA sebesar 0,208 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,4 ml dan kadar TVB sebesar 0,32 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 2 pada hasil TMA diperoeh titasi sampel sebesar 0,2 dan kaar TMA sebesar 0,16 m/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,18 ml dan kadar TVB sebesar 0,144 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 3 pada hasil TMA diperoleh titrasi sampel sebesar 0,08 dan kadar TMA sebesar 0,064 mg/100 gram sampel. Sedangkan TVB diperoleh titrasi sampel sebesar 0,34 dan kadar TVB 0,272 mg/100 gram sampel. Untuk kelompo 4 pada hasil TMA diperoleh hasi titrasi sampel sebesar 0,2 dipean kadar TMA sebesar 0,16 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebsar 0,5 dan kadar TVB diperoleh 0,4 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 5 pada hasil TMA diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,04 ml dan kadar TMA sebesar 0,032 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,03 ml dan kadar TVB sebesar 0,024 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 6 pada hasil TMA diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,08 dan kadar TMA sebesar 0,064 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB hasil titrasi sampel sebesar 0,36 dan kadar TVB sebesar 0,288 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 7 pada hasil TMA diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,08 dan kadar TMA diperoleh 0,24 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB hasil titrasi sampel sebesar 0,2 ml dan kadar TVB sebesar 0,16 mg/100 gram sampel. Untuk kelompok 8 pada hasil TMA diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,04 ml dan kadar TMA sebesar 0,032 mg/100 gram sampel. Sedangkan untuk TVB diperoleh hasil titrasi sampel sebesar 0,22 ml dan kadar TVB sebesar 0,176 mg/100 gram sampel.
Dari hasil praktikum tersebut diperoleh nilai TVB dan TMA yang paling rendah adalah yang paling baik bagi mutu ikan,karena semakin tinggi kadar TVB dan TMA semakin jelek mutu ikan tersebut. Kadar TMA terendah pada kelompok 8 dan 5 yaitu sebesar 0,032 mg/100 gram sampel. Dan kadar TVB terendah pada kelompok 5 yaitu 0,024 mg/gram sampel.
Terbentuknya trimethylamine sering digunakan atau dihubungkan dengan busuknya ikan. Oleh karena itu terbentuknya trimethylamine ini digunakan sebagai kriteria pembusukan. Ikan-ikan air tawar tidak mengandung trimethylamine oxide pada ikan yang bertulang lunak mengandung urea,ini akan tejadi ammonium oleh adanya kerja enzim.
NH2
C = O NH3 + CO
NH2 urease
Urea amonia
Hasil penguraian trimethylamine oxide dan urea ini sering dimasukkan dalam basa-basa menguap (total volatile base) dimana juga digunakan sebagai petujuk pembusukkan (Murachman,2006).
5. PENUTUP
5.1 keimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum Teknologi Fisiologi Pasca Panen pada materi pH antara lain sebagai berikut :
- Kadar TVB, TMA, dan amoniak bebas adalah salah satu parameter untuk menentukan kemunduran mutu ikan
- Pemeriksaan untuk seberapa jauh tingkat pembusukan sudah berlangsung dilakukan dengan pengukuran kadar trymetil amin ( TMA), total basa yang mudah menguap ( total volatile bases, TVB ), jumlah hitung bakteri ( total plate count, TPC ).
- Penilaian kesegaran ikan berdasarkan metode kimia antara lain dilakukan dengan pengukuran secara kuantitatif senyawa – senyawa hasil penguraian baik adanya proses autolysis maupun mikroorganisme.
- Menurut murachman (2006), komposisi utama ikan adalah : Air 66,0 – 81,0 %, Protein 15,0 – 24,0 %, Lemak 0,1 – 22,0 %, Mineral 0,8 – 7,0 %.
- Secara umum proses pengolahan dan pengawetan ikan dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain dengan menggunakan suhu rendah, suhu tinggi, zat pengawet, ruang hampa udara dan pengurangan kadar air.
- Dari hasil praktikum tersebut diperoleh nilai TVB dan TMA yang paling rendah adalah yang paling baik bagi mutu ikan,karena semakin tinggi kadar TVB dan TMA semakin jelek mutu ikan tersebut. Kadar TMA terendah pada kelompok 8 dan 5 yaitu sebesar 0,032 mg/100 gram sampel. Dan kadar TVB terendah pada kelompok 5 yaitu 0,024 mg/gram sampel.
5.2 Saran
Diharapkan bagi seluruh praktikan dalam melakukan praktikum harus hati – hati dan sungguh – sungguh, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan dan data yang diperoleh bias benar dan akurat
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Jenie, Betty Sri Laksmi, et.al. Peningakatan Keamanan dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung (Rasliger sp) dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat , Bakteri Asam Laktat dan Pengemasan Vakum. Institute Pertanian Bogor.
Moeljanto. 1982. Penanganan Ikan Segar. Swadaya. Jakarta.
Muchtadi, T. Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas Gizi dan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Munandar. Aris. Et, al. 2009. Kemunduran Mutu Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Penyimpanan Suhu Rendah dengan Perlakuan Cara Kematian dan Penyiangan. Institute Pertanian Bogor.
Murachman. 2006. Fish Handling. Universitas Brawijaya. Malang.
Murdjiharto. Tj. 2005. Biokimia Nutrisi Protein Ikan. Universitas Brawijaya. Malang.
Murniati, A. S. Sunarman. 2000. Pendingan Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Nanlohy. A. m. tapotubun. Dan J. M Louhenapessy. 2008. Efek Waktu Pemanasan Terhadap Mutu Presto Beberpa Jenis Ikan. Universitas Patimura. Ambon.
Nurimala, Mala. Et, al. kemunduran Mutu Ikan Lele Dumbo (Clarias garipinus) Pada Penyimpanan Suhu Ruang. Institute Pertanian Bogor.
Nurjanah. Et. Al. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis sp) Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Robert. Mc Graw Hill. 2003. Dictionary of Chemistry. Mc Graw Hill. New York.
Rostini, Iis. 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus plantalium) Trhadap Masa Simpan Fillet Nila Merah pada Suhu Rendah. Universitas Padjajaran. Bandung.
Rustidja. 1996. Pola Warna dan Genetik Ikan Nila. Universitas Brawijaya.
Sasmito, Bambang Budi. 2005. Dasar- dasar Pengawtean Bahan Pangan. Universitas Brawijaya. Malang.
makasih bgt y mas..
posting-annya sgt membantu… 🙂
ok dek…
sama-sama semoga bermanfaat
makasii y postingnyaa.. sesama fpik ub 😀
iy sama… prodi ap?